Berwisata Sekaligus Nguri-Uri Budaya di Kampung Berseri Astra, Desa Wisata Wayang Sidowarno Klaten

Konten [Tampil]

Assalamualaikum wr wb

Menjelang perayaan kemerdekaan Indonesia, pingin banget rasanya ikut kegiatan yang bermanfaat. Lha kok tiba-tiba dapet tawaran untuk berkunjung ke salah satu Kampung Berseri Astra, Desa Wisata Wayang Sidowarno Klaten. 

Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian Roadshow yang diadakan oleh Astra Internasional di Kota Solo. Ada banyak aktivitas wisata yang kami nikmati selama di Klaten. Jadi kami nggak hanya berwisata, melainkan sekaligus nguri-uri budaya di kampung yang luar biasa ini.

Joglo Omah Wayang

Berangkat pada pukul 7 pagi dari rumah, ternyata lokasi Desa Wisata ini tidak begitu jauh, hanya sekitar 30 menit saja dari kota Solo. Baru masuk ke desanya, sudah disambut dengan gapura bambu dan beberapa mural yang ada di dinding-dinding rumah warga. 

Ketika sudah dekat dengan titik kumpul, ada juga mural di sepanjang dinding pagar pemakaman dan di atasnya terpajang Wayang Pendhawa 5 yang berukuran besar. Wah kayanya bakal menarik nih kegiatan hari ini, pikirku.

Mural dan Wayang Pendhawa 5

Titik kumpul kami di Joglo Omah Wayang. Setelah registrasi, kami dipakaikan kain batik di area pinggang. Kemudian setelah duduk, sudah ada suguhan jajanan pasar dan wedang jahe. Wah, pas banget baru agak flu dapet wedang jahe.

Sesuai dengan namanya, Desa Wisata Wayang yang berada di Dukuh Butuh, Desa Sidowarno ini menawarkan edukasi pembuatan wayang kulit untuk wisatawan yang berkunjung. Wisatawan dapat berwisata sekaligus mendapatkan pengetahuan tentang alur pembuatan wayang. 

Dan kemarin kami mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi beberapa perajin wayang kulit dan kerajinan lain. 

1. Pengerok Kulit untuk Pembuatan Wayang

Tujuan pertama kami adalah kediaman Bapak Hasan Sadi, satu-satunya pengerok kulit yang ada di sana. Menurut penjelasan beliau, kulit yang digunakan untuk wayang merupakan kulit kerbau. 

Ketika aku bertanya, kenapa harus kulit kerbau? Bukan kulit sapi? Bapak Hasan menjelaskan bahwa kulit kerbau lebih kuat dan kokoh, sedangkan kulit sapi akan mudah melengkung.

Proses pengerokan kulit kerbau

Yang lebih menariknya lagi, ternyata kerokan pertama kulit kerbau tersebut tidak dibuang, melainkan dijadikan pupuk. Tanpa pengolahan dan hanya direndam air, kerokan pertama sudah bisa menjadi pupuk tanaman yang manjur. 

Sedangkan kerokan kedua yang berwarna putih juga tidak dibuang, melainkan diolah menjadi kerupuk kulit tipis. Wah, apakah mereka menerapkan system zero waste?

Hasil pengerokan kulit kedua yang akan menjadi kerupuk

2. Jemparingan

Tujuan kedua adalah lokasi jemparingan. Tapi sepertinya ada yang berbeda dari jemparingan yang aku ketahui. Jemparingan yang aku tahu kan biasanya yang memanah sambil duduk dan menembak target lonceng panjang. 

Sedangkan di sana, jemparingannya dengan berdiri dan menembak target, seperti kegiatan memanah pada umumnya. Bapak-bapak yang melayani pengunjung sangat ramah dan sabar dalam menjelaskan cara memanah bagi yang belum paham. Jadi ikut bahagia melihat bapak-bapaknya yang begitu bersemangat dan antusias.

Berfoto Bersama bapak-bapak jemparingan

3. Tatah Sungging

Tujuan ketiga adalah lokasi tatah sungging yaitu proses pengukiran dan pewarnaan pada wayang kulit. Di meja penatah, ada beberapa alat yang berbeda-beda, ternyata alat tersebut digunakan untuk jenis pola yang berbeda. 

Untuk pola lurus, melengkung dan pola lain memerlukan alat yang berbeda. Sedangkan proses penyunggingan atau pewarnaan juga memerlukan cat khusus. Keduanya benar-benar memerlukan ketelitian yang tinggi.

Proses penatahan wayang

4. Pengusaha Jamu

Tujuan keempat adalah pengusaha jamu. Di sana kami disediakan beberapa macam jamu untuk dicicipi. Ada beras kencur, kunir asam,dll. Aku mencicipi jamu kunir asam. Rasanya pas, tidak kemanisan, masih ada pahitnya juga dan masih kental. Tapi sayang sekali kami tidak dapat melihat proses pembuatan jamunya.

Tujuan kelima adalah pengusaha payet. Meski terlihat hanya di rumah, namun Bapak Mardi, pengusaha payet ini sudah menerima banyak sekali pesanan dari berbagai daerah. Bahkan beliau sudah pernah menerima pesanan dari Mas Gibran dan Mbak Kahiyang untuk pernikahan mereka.

5. Kaligrafi Kulit Kambing

Dan untuk tujuan terakhir adalah pengusaha kaligrafi kulit. Berbeda dengan wayang, mereka menggunakan kulit kambing sebagai kanvas untuk kaligrafi. 

Kulit kambing harus dicuci, direndam dengan detergen dan obat khusus untuk menghilangkan aroma menyengatnya. Setelah bersih, baru dijemur kemudian dikerok di bagian tertentu dan disablon kaligrafi.

Kaligrafi kulit kambing

Sayang sekali kami kemarin tidak sempat melihat proses pemotongan dan penjahitan wayang serta pemasangan gapit (pegangan wayang). Namun untuk wisatawan yang menginginkan melihat semua proses pembuatan wayang secara utuh, bisa langsung mengunjungi Desa Wisata Wayang Sidowarno untuk wisata edukasi dengan biaya minimal Rp 40.000,- per orang.

Untuk wisatawan yang akan berwisata edukasi di Desa Wisata Wayang Sidowarno, akan disediakan beberapa alur wisata sesuai dengan pesanan. Wisatawan juga bisa mencoba sendiri mengerok kulit, menatah dan mewarnai wayang juga memasang gapit. 

Akan disediakan pula transportasi berupa motor, becak maupun sepeda karena akan berkeliling dari satu rumah ke rumah lain di dalam satu desa. Selain paket wisata, Desa Wisata Wayang Sidowarno juga kerap kali mengadakan acara-acara budaya seperti pementasan wayang kulit, tari-tarian dan bazaar umkm.

Kesimpulan

Semoga lain waktu aku bisa ke sana lagi bersama kawan-kawan lain sebagai wisatawan dan mencoba untuk membuat wayang. Dan semoga dari wisata ini, banyak anak-anak muda yang ingin melanjutkan keberlangsungan budaya wayang di Indonesia. Sekian cerita dari aku, terimakasih Kak Ros sudah diberi kesempatan menulis lagi. Dadaaaa!

Wassalamualaikum wr wb!


Rhoshandhayani KT
Rhoshandhayani, seorang lifestyle blogger yang semangat bercerita tentang keluarga, relationship, travel and kuliner~

Related Posts

Posting Komentar