Assalamualaikum wr wb
Yap, ini adalah pertanyaan dari banyak orang kepada saya, ketika tahu bahwa saya memutuskan untuk kerja kantoran daripada kerja di rumah. Sebenarnya, kalau cuma 1 alasan doang yang membuat saya tiba-tiba kerja kantoran, oh nggak mungkin.
Tentu ada banyak faktor dan pertimbangan yang membuat saya akhirnya: enak-enak freelance malah kerja kantoran. Apa sajakah itu? Inshaa Allah akan saya bedah di postingan ini sekalian sharing + curcol, hehehe.
5 Alasan Memutuskan Kerja Kantoran
Dari 5 alasan berikut, saya nggak tahu mana yang menjadi urutan pertama atau alasan terkuat saya hingga memutuskan kerja kantoran. Sebab, porsinya sama. Jadi yaaa, posisi penomoran alasan tidak mendeskripsikan apakah ini alasan terkuat dan alasan pendukung. Sebab, semuanya sama-sama kuat.
1. Pendapatan Blog Menurun Hingga 60%
Sebelumnya, mari kita review sejenak tentang pendapatan saya 2 tahun terakhir. Saya tuh selalu mencatat pemasukan atau penghasilan dari lini mana pun semenjak tahun 2021. Jadi saya tahu berapa pendapatan per bulan, per tahun, dst.
Tahun 2021, pendapatan total saya 36,9 juta. Itu artinya, pendapatan kala itu 3,2 juta/bulan. Sumber penghasilannya ya dari blog dan media sosial yang saya kelola.
Lalu naik di tahun 2022. Tahun 2022 kemarin, pendapatan total saya: 48,6 juta. Itu artinya, saya bisa mendapatkan 4,2 juta/bulan. Cukup ngeri sih, bisa sampai 4 juta/bulan. Ya ngapain kerja kantoran, ya nggak?
Tapi 3 bulan terakhir menuju Desember, pendapatan menurun drastis. Hingga 60%. Saya pikir, apakah ini saya saja? Tapi ternyata, teman-teman yang pendapatan dari blognya bisa jor-joran, ini juga turun sekitar 60%.
Saya merasakan job blogger makin ke sini makin berkurang. Biasanya dulu tuh rameee aja job-jobnya. Sampe kewalahan ngerjainnya. Tapi kok makin ke sini makin sedikit.... Para agency lebih memilih endorse di Tiktok maupun Instagram. Jadi yaa, saya juga harus ber-manuver ke platform lain.
2. Melebarkan Sayap ke Platform Lain
Zaman tuh berkembang ya. Saya nggak bisa, mempertahankan blog seolah-olah blog ini dewa dan nomor satu. Ya saya makin tergerus zaman dah. Sementara, orang-orang udah melirik Instagram dan Tiktok.
Mau nggak mau, saya harus belajar. Saya belajar tentang pengelolaan media sosial dan digital marketing sejak awal tahun 2022. Waktu itu target saya adalah punya klien luar negeri sehingga bisa mendapatkan bayaran dollar.
Tapi sebelum dapat klien dari luar negeri, media sosial saya harus bagus. Atau minimal, saya mengerjakan proyekan media sosial di negeri sendiri. Alhamdulillah dapat. Ya perlahan tapi pasti, yang saya kelola nggak cuma blog ini aja, tetapi platform media sosial lain.
3. Memperbaiki Habbit Freelance
Selama freelance setahun terakhir ini, habbit saya buruk banget. Cuma rebahan, scroll-scroll tiktok, dan jarang berkarya. Ngerjain tugas pas mepet deadline. Nggak ikut lomba-lomba juga. Buruk banget kan?
Akhirnya saya coba kerja kantoran untuk tahu bagaimana habbit kerja. Soalnya saya kan nggak pernah kerja kantoran, jadi nggak tahu gimana rasanya. Apa enaknya, apa nggak enaknya, serta habbit kerja seperti apa yang harus saya bangun ketika saya freelance.
Jadi ketika kerja kantoran, saya harus stay mulai dari jam berapa sampai jam berapa. Lalu bagaimana manage pekerjaan, harus belajar apa, harus memperbaiki apa, dll. Intinya, saya akan mencuri ilmu tentang habbit bekerja selama saya bekerja kantoran.
4. Pengen Nyoba Kerja Kantoran
Iya, ada-ada aja. Soalnya saya nggak pernah punya kesempatan untuk kerja kantoran. Setelah S1, jeda sebentar, langsung S2, jeda sebentar, langsung nikah. Kalau di Lumajang, kalau harus kerja kantoran ya jadi guru, ngajar di sekolah. Kan males ya.
Kebetulan pas di Solo, suami dan Ibu ngebolehin saya kerja apa saja dan di kantor mana saja. Yang penting saya suka, nyaman, dan bermanfaat. Sebenarnya sih, suami dan Ibu lebih menyarankan saya untuk freelance, tapi untuk saat ini, ada yang kurang gitu loh.
Lebih tepatnya kurang ilmu. Maksudnya ilmu bagaimana harus bekerja yang teratur, menambah jejaring relasi, pengelolaan media sosial yang nggak saya tahu di dunia offline, dll. Jadi yaa, saya ngerasa haus ilmu. Jadi, saya menganggap aktivitas saya bekerja kantoran, layaknya saya kuliah. Iyaaa, kayak anak kuliahan gitu, tapi dibayar.
5. Memperluas Jejaring Pertemanan
Ini alasan klasik banget ya, tapi ini beneran loh. Dulu, sebelum saya hijrah dari Lumajang ke Solo, saya berharap bisa berkumpul dan berkembang bersama komunitas blogger di Solo. Lah kok ternyata di sini cukup mlempem, nggak seaktif yang saya bayangkan.
Jadi yaa, temen saya ya cuma dari temen-temen gengnya Mas Angga, yang menurut saya itu kurang. Yaa cukup keren sih, karena mereka adalah pekerja digital kreatif. Tapi untuk teman ngobrol, ya saya cuma punya Mas Angga. Padahal saya butuh sudut pandang lain.
Ketika bekerja kantoran, ternyata saya menemukan itu. Bisa sharing soal pekerjaan, trend terbaru di Tiktok, hingga belajar tentang self improvement, dll. Dengan masuk di kantor ini, saya menjadi lebih punya banyak teman yang memberikan banyak sudut pandang.
Yaaa, nggak semuanya baik, karena si tukang julid pasti ada. Tapi yaa, nggak semua orang harus didengarkan karena nggak semua orang itu penting. Teman yang jelek-jelek pasti ada, tapi teman yang baik-baik jauh lebih banyak dan menyenangkan.
6. Lingkungan Kerja yang Islami
Selama ini, saya tuh kurang dekat ya dengan kegiatan keagamaan. Terakhir, sesaat sebelum masuk S2, saya ikutan kelas tahfidz 1 bulan di sekolah depan rumah. Lumayan lah, ada penyegaran pagi hari. Tapi setelah itu, saya nggak ikutan apa-apa lagi.
Paling banter ya cuma dengerin kajiannya Ustaz Hanan Attaki, itu pun lewat Youtube. Jadi yaaa, batin ini rasanya hampa.
Kebetulan, ketika saya butuh kerja kantoran, eh ada tawaran dari kantor yang sekarang ini. Namanya saja cukup islami ya, kemudian saya coba telusuri dulu karya-karyanya, ternyata penerbit buku anak islami.
Wuah bagus dong, berarti sistem kerjanya islami. Hawanya seperti yang saya rasakan ketika SD dulu. Yaa semoga benar sih. Soalnya ya buat apa kerja di corporate yang kita cuma dapat memenuhi kebutuhan duniawi aja, tapi kebutuhan rohani nggak dapat.
Jadi, kalau suatu hari saya resign dari sini, maka alasan nomor 6 ini adalah sesuatu yang akan sangat saya sesalkan.
7. Butuh Uang yang Pasti
Kalau kerja kantoran tuh gaji bulanan udah jelas ya. Kalau freelance kan belum tentu, bergantung pada belas kasih Allah maunya ngasih kapan, hehe.
Dikarenakan Adek masih kuliah, biayanya cukup besar, dengan keadaan Ayah yang masih suka hutang dan ngabisin duit Ibu, mau nggak mau saya harus terjun langsung.
Sebenarnya bisa aja sih, cari uang melalui freelance, tapi ya uangnya nggak pasti datangnya. Kalau kerja kantoran kayak gini, saya lebih mudah mengelola uangnya. Sekian untuk tabungan, lalu sekian untuk kebutuhan saya. Jadinya jelas gitu loh.
Tapi yaaa, uang dari kerja kantoran ya memang kurang sih. Masih setengah dari pendapatan bulanan tahun kemarin. Jadinya, saya benar-benar harus serius menambah pendapatan dari lini luar, seperti menulis blog, bikin Youtube, hingga Tiktok.
Bismillah bisa....
Kadang ketika Ibu sambat, bingung mikirin uangnya Adek, ya saya cuma bisa bilang, "Bu, rezekinya Adek itu udah ada, tapi kita nggak tahu, rezeki itu dititipin lewat siapa, mungkin lewat aku atau ibu".
Adek aja, hidupnya pas-pasan di kampus, padahal dia anak FK. Dia belum dapat sepeda motor, dan Ayah nggak mikirin itu. Masiiih aja mikirin sawahnya. Belum lagi, apa-apa minta ke Ibu, hadeeeh...
Saya bilang ke Ibu, pasrahkan semuanya ke Allah. Mau gimana pun, urusan Ayah biar diurus langsung sama Allah SWT. Kita melakukan yang sebaik-baiknya. Toh, kami ada di pihak Ibu.
Kesimpulan
Jadi yaaa, itulah alasan saya yang tiba-tiba banting setir kerja kantoran. Tapi dari semuanya itu, yang paling berharga adalah habbit sih. Brengsek banget habbit saya tahun kemarin, hahaha.
Intinya, ketika suatu hari saya resign dari tempat kerjaan, berarti penghasilan saya sudah lebih dari cukup dan berarti saya telah mendapatkan banyak ilmu untuk membangun habbit kerja yang baik.
Mohon doanya yang terbaik untuk saya dan keluarga ya! Aamiin...
Wassalamualaikum wr wb
Posting Komentar
Posting Komentar