Assalamualaikum wr wb
Sepertinya kami sedang tidak baik-baik saja. Yang saya maksud adalah saya dan 2 rekan saya: Mbak Amel dan Mbak Ica. Kami S2 ini sudah di penghujung semester 6. Ya memang, agak nggak wajar daripada teman-teman Magister di universitas lainnya.
Anu... gimana ya, dari awal memang kurikulumnya kurang menguntungkan. Kami baru bisa memilih program tesis saat semester 4. Ya baru bisa seminar proposal semester 4. Jadinya ya sejujurnya agak susah bagi kami untuk langsung melakukan penelitian. Belum lagi harus seminar hasil dan ujian sidang.
Belum juga kewajiban membuat artikel ilmiah yang harus terbit di jurnal bereputasi. Betapa susah sungguh.
Namun sejatinya saya juga bersyukur. Meski kuliah memakan waktu hingga 6 semester, tapi Alhamdulillah saya kuliahnya gratis semua. Semester 1-4 beasiswa dari kampus. Semester 5 beasiswa penelitian. Semester 6 beasiswa Covid. Hahaha, iya covid. Dan jangan harap ada semester 7 karena tidak ada uang... juga hmm akan memalukan.
Tugas Akhir dan Dramanya Masing-Masing
Sebenarnya cerita saya akan panjang. Drama banget. Apalagi yang dibahas adalah perjuangan 3 orang. Masing-masing mahasiswa yang sedang menempuh tugas akhir, pasti ada struggle atau masalahnya sendiri-sendiri.
Kita nggak akan bisa bilang "wuah, si A enak ya, soalnya dosennya nganu nganu nganu", "wuah, si B enak ya soalnya nginu nginu nginu"
Padahal sebenarnya sama aja. Urip mung sawang sinawang. Rumput tetangga lebih hijau. Padahal kalau kita ada di posisi mereka, ya sama aja kita akan iri tatkala melihat yang lain.
Maka yang bisa dilakukan adalah bersyukur dan ikhlas. Bersyukur telah diberi kemampuan sehebat ini, melangkah sejauh ini. Ikhlas atas kejadian-kejadian yang terjadi, ikhlas memaafkan diri sendiri atas kesalahan yang telah diperbuat.
Publikasi Artikel di Jurnal Itu Sebenarnya Syarat Kelulusan yang Berat
Jadi begini, syarat kelulusan sekarang ini ada 2: harus menyelesaikan tesis dan publikasi artikel di jurnal nasional.
Kedua hal ini sungguh tidak mudah. Tesis aja susah ya, apalagi harus publikasi?
Kalau tesis (tugas akhir) ya sama kayak bikin skripsinya anak S1, tapi tuntutannya lebih besar. Apalagi saya tulung. Yang jurusannya multidisiplin. Dalam 1 tesis, harus membahas dari 3 sisi, yaitu teknis, sosial dan ekonomi. Saya nggak ngambil yang sisi ekonominya, nggak sanggup saya tuh. Namun Alhamdulillah urusan naskah tesis saya sudah selesai (tinggal koreksi revisian dari dosen).
Yang kedua: publikasi artikel di jurnal nasional. Ya memang cuma bikin 10-20 lembar saja. Isinya hampir sama kayak tesis, ngambil inti-intinya saja. Mengangkat penelitian yang sama juga boleh, hanya saja mungkin judulnya dibedakan.
Sederhananya, artikel jurnal ini bagai rangkumannya tesis. Sedangkan, biasanya kita akan menyelesaikan tesis dulu baru artikel. Namun nyatanya tidak seperti itu. Keduanya harus selesai bersamaan. Dan ini susah sekali.
Jadi, mau nggak mau, sambil jalan penelitian, kita juga harus bikin artikel ilmiah. Bikin naskah tesis itu rasanya harus perfect di mata 4 dosen... yang bisa kita temui di kampus. Namun kalau artikel ilmiah, reviewernya adalah 2 orang yang tidak kita kenal, yang kita nggak akan punya kesempatan untuk memohon-mohon layaknya kepada dosen.
Sebenarnya nulis artikel itu mudah ya. Bisa kita ambil dari salah satu bagian penelitian kita. Misal, di naskah tesis akan menjawab 3 rumusan masalah. Maka kita bisa tuh, membuat artikel yang menjawab rumusan masalah 1. Atau membuat artikel dari penelitian yang sudah kita lakukan, meski penelitian untuk tesis belum semuanya dilakukan.
Kalau saya, saya sudah aman Inshaa Allah soal publikasi artikel ini. Waktu semester 3, saya sudah dioprak-oprak oleh dosen pembimbing untuk bikin artikel jurnal. Wuah gila habis-habisan saya ngerjain. Apalagi ilmunya baru banget buat saya.
Di artikel ini, saya akhirnya bisa ngitung erosi sendiri. Bisa bikin peta sendiri. Bisa bikin scatter plot yang 5x salah karena saya baru mengenalnya. Berhasil menganalisis data meski sebenarnya hasil perhitungannya kurang memuaskan. Artikel saya lumayan membuat terganggunya sholat dosen saya karena kepikiran hasil erosi saya yang awalnya nggak masuk akal, hahaha.
Namun Alhamdulillah saya berhasil menyelesaikannya. Telah terpublikasi di JPPDAS. Judulnya seperti yang ada di gambar berikut ini.
Alhamdulillah lega banget rasanya. Setelah mendapatkan ini, saya langsung menghubungi dosen untuk entry nilai mata kuliah Publikasi Karya Ilmiah (PKI). Alhamdulillah dapat nilai A.
Jadi, tanggungan saya tinggal 1, yaitu tesis.
Namun, kedua teman saya tanggungannya masih 2, yaitu artikel jurnal untuk mata kuliah Publikasi Karya Ilmiah dan mata kuliah tesis.
Iya, kedua hal ini dibedakan. Padahal, dulu tahun 2017, saat saya hendak lulus S1, artikel jurnal ini sebagai syarat wisuda, bukan syarat lulus supaya nggak bayar UKT. Jadinya terasa lebih ringan oleh mahasiswa.
Namun saat Ayah S2, sekitar tahun 2018, jurnal menjadi salah satu syarat kelulusan bersamaan dengan tesis. Kalau tesisnya sudah, namun jurnalnya belum terpublikasi, akan dinyatakan belum lulus. Ngeri nggak? Ngeri banget. Jahat banget rasanya sistem kayak gini.
Apalagi saya yang S2 ini. Publikasi jurnal ini menjadi satu mata kuliah sendiri. Nilainya berbeda dengan tesis. Saya sudah aman, sudah punya nilai. Namun 2 teman saya belum aman.
Memperjuangkan Tesis Sebegitunya Sampai Lupa Publikasi
Sepekan terakhir kemarin, kami fokus banget untuk revisi naskah tesis. Alhamdulillah 2 pekan sebelumnya kami sudah sidang semuanya. Tinggal revisi tesis, lalu naskah dikoreksi oleh dosen.
Ya soal revisi, kami belum ada di tahap yang aman semua sih. Namun masih bisa diselamatkan dengan membuat surat pernyataan. Isinya tentang memohon agar entry nilai tugas akhir sebelum tanggal 8 Februari (biar nggak bayar UKT) sambil jalan revisi. Maksimal revisi 2 bulan.
Surat pernyataan ini ditandatangani oleh 6 dosen loh (2 dosen penguji, 2 dosen pembimbing, dosen komisi bimbingan dan kaprodi). Berat shay. Per hari ini, saya baru dapat 1 ttd. Yaa semoga hari Senin bisa dikebut semuanya lah. Sambil nodong dosen pembimbing utama untuk segera setor nilai. Ya bisa diperjuangkan lah kalau ini. Inshaa Allah. Doakan yaaa.
Kedua teman saya juga begitu. Memperjuangkan tesis banget-banget. Ngerevisi bener-bener sampai nggak tidur demi kejar setoran.
Usai naskah tesis selesai direvisi, lalu setor ke dosen. Kemudian kami sibuk menyiapkan surat pernyataan.
Eh njilalah, Jumat magrib itu, Mbak Amel menyampaikan sesuatu. Bahwa mata kuliah Publikasi Karya Ilmiah itu entry nilai terakhir akhir Januari kemarin. Sedangkan kalau terakhir entry nilai tugas akhir adalah Senin besok 8 Februari.
Kami hanya fokus ngerjain tesis untuk kejar deadline tanggal 8. Mengira kalau artikel ilmiah itu juga deadlinenya tanggal 8. Ternyata bukan. Artikel ilmiah itu mata kuliah yang berbeda dengan mata kuliah tugas akhir.
Kami lupa. Lupa selupa-lupanya. Lupa bahwa artikel ilmiah itu ada pada mata kuliah yang berbeda, yang deadlinenya adalah seperti mata kuliah lain yang biasanya. Beda dengan tesis atau tugas akhir yang masa entry nilainya diperpanjang.
Kami... ngaplo... mamong... Ngerasa hal yang kami kejar selama seminggu ini, sia-sia. Akan membayar UKT 8 juta. Wuah gila.
Iyaaa, saya aman. Inshaa Allah saya sudah selesai publikasinya. Tinggal ngejar tesis hari Senin. Tapi kan tetap saja saya prihatin atas teman-teman saya.
Sulit loh bagi kami ngeluarin uang 8 juta. Sesuatu yang kami kejar, ternyata percuma juga karena ada hal lain yang luput dari pegangan kami.
Iyaaa, saya nggak pa-pa. Saya prihatin. Malah merasa ikut bersalah karena hanya saya saja yang lolos.
Tapi saya nggak kurang-kurang kok membantu mbak-mbak. Mereka minta tolong bikinin peta, saya bantu dengan maksimal. Minta revisi peta, saya iyain. Minta tolong cek naskah, saya iyain. Minta tolong segala macam, saya bantu.
Entah. Saya nggak tahu harus apa-apa. Grup kami mendadak sepi. Suram. Saya takut untuk memulai percakapan terlebih dahulu.
...dan... sepertinya hari Senin saya akan berjuang sendiri untuk mengakhiri tesis. Sepertinya kedua teman saya nggak akan ambil langkah atau terburu-buru ngerjain tesis. Sepertinya nggak akan ada harapan. Kecuali membayar UKT itu benar-benar.
Saya, ya sekali lagi prihatin. Karena ngedapetin duit segitu nggak mudah. Apalagi karena masalah sepele yang sebenarnya bisa diperjuangkan.
Iya, meskipun mbak-mbak itu artikelnya belum ada yang terbit, tapi bisa diperjuangkan kok. Cukup lapor ke dosen kombisi bimbingan. Ceritakan progress mengirim artikel, revisian hingga penolakan yang terjadi.
Laporan itu sudah dikirim Jumat ashar. Hingga Jumat magrib, ada petir menggelegar.
Saya nggak bisa bantu apa-apa lagi. Saya juga bingung mau bertindak apa.
Namun yang saya bisa lakukan sementara ini adalah memperjuangkan nasib saya sendiri. Nasib saya tinggal di ujung tanduk.
Semoga saya bisa lekas-lekas mendapatkan ttd dosen untuk surat pernyataan. Pak Marga setor nilai ke admin untuk entry nilai. Bu El ngeklik persetujuan tugas akhir. Juga koreksi revisian naskah saya lekas kembali. Biar bisa langsung bendel.
Semoga yaaa....
Doakan ya teman-teman... Doain banget.... Semoga diberi kelancaran dan diberi kemudahan untuk menutup kuliah S2. Aamiin...
Terima kasih sudah membaca curhatan saya. Maaf kalau curhatnya ke sana ke mari. Bingung mau ceritanya kayak gimana. Hahaha
Wassalamualaikum wr wb
Semoga semuanya lancar sesuai harapan, Kak Ros. Aamiin.
BalasHapusSelamat ya akhirnya jurnalnya terpublikasi.
BalasHapusAku lupa dulu di kampusku ada jurnal publikasi jg gak ya? Hehe saking lamanya.
Keinget ngerjain tesis pas hamil anak pertama, seneng krn pas ujian ada yang nemenin di perut.
Emang kuncinya terletak di fokus, dah gak mikirin yang lain yang pentig gmn caranya ngejar ujian tesis kudu semester ini, titik hehe. Gud luck ya!
Semangat kak. Aku juga berdarah darah kemarin mencari jurnal yang bisa memuat hasil tesis dan akhirnya berhasil. Ada kelegaaan dan kebanggaan saat berhasil masuk dan terbit
BalasHapusSemangaatt kak Ros!!
BalasHapusApapun tantangan yg menghadang, insyaAllah bisa diselesaikan secara paripurna ya
Gila, kalau saya di posisi mbak kurasa bisa pecah otak saya mbak..
BalasHapusBuat mbak tetap semangat yah, saya doakan misi-misinya dapat diselesaikan dengan professional.
Saya bacanya aja merinding.