Konten [Tampil]
Aku telah tiba di restoran Ayam Romantis beberapa menit yang lalu. Aku sedang berada di kamar ganti untuk mempersiapkan diri. Kini aku telah mengenakan ballerina dress yang berwarna putih. Aku berkaca pada cermin yang ada di depanku.
Ah, aku teringat sesuatu. Rambutku belum digelung. Aku pun mencari-cari tusuk rambut di tasku. Namun setelah kucari berulang kali, aku tidak menemukannya.
Dan aku ingat bahwa tusuk rambutku tertinggal di dalam mobil. Mau tak mau aku harus pergi ke mobil untuk mengambil tusuk rambutku.
Aku pun keluar dari restoran Ayam Romantis menuju tempat parkir. Aku pun membuka pintu mobilku dan mencari-cari tusuk rambutku. Tak berapa lama kemudian, tusuk rambut yang aku cari telah kutemukan, ternyata berada di laci mobil.
Kemudian aku menutup pintu mobilku dan aku memanfaatkan spion kaca mobilku untuk menggelung rambutku. Mumpung orang-orang sudah masuk restoran dan tempat parkir sedang sepi, aku tidak malu menggelung rambutku di luar ruangan.
Tiba-tiba aku melihat penampakan seseorang di kaca spionku. Wajahnya tidak jelas, karena sifat cermin yang membuat bayangan menjadi lebih kecil ketika dilihat dari cermin.
“Rambut kamu sudah panjang ya, Ra. Bakalan jadi balerina profesional, nih!”
Aku berpikir, siapa yang tiba-tiba berceletuk seperti itu tentangku?
Aku pun berbalik badan.
Ternyata Davin!
Sontak aku kaget dan langsung memeluk Davin.
“Davin..!!!” aku berteriak kegirangan. Aku memeluk Davin dengan erat-erat.
Aku sangat senang. Akhirnya Davin datang. Akhirnya Davin menepati janjinya. Akhirnya penantianku tidak sia-sia. Dan akhirnya semua kepasrahan ini terjawab dengan sangat mengharukan. Tanpa terasa aku menetesakan air mata.
Lama aku memeluk Davin sampai akhirnya aku menyudahi pelukan ini karena aku cukup puas meluapkan rasa rinduku pada Davin. Davin tersenyum padaku. Ia sangat manis dengan kacamata lamanya.
“Kita ke dalam yuk, kayaknya acaranya akan dimulai,” ajak Davin.
Aku mengangguk, mengiyai ajakan Davin.
Aku dan Davin berjalan beriringan masuk ke dalam restoran Ayam Romantis. Aku menggenggam erat tangan Davin.
Di dalam restoran terdapat banyak sekali orang-orang yang berpakaian rapi, yang tentu saja bersiap untuk menyambut kehadiran sebuah restoran baru.
“Kak Maura kece,” panggil Anya yang tiba-tiba datang memelukku dari samping. Aku senang melihat Anya muncul kembali di hadapanku. Aku merindukan kelucuan dan keimutannya.
“Hai sayang, kamu makin cantik...” sanjungku.
Hari ini Anya tampil cantik dengan dandanan yang membuatnya terlihat dewasa. Paras cantiknya terpoles dengan sempurna.
“Terima kasih. Kak Maura kece sangat cocok sama Kak Davin kece, kayak putri sama pangeran yang ada di buku cerita anak-anak...” kata Anya yang membuatku dan Davin tertawa.
“Oh ya, Kak. Aku ke Papa dulu, ya,” pamitnya.
“Mana Papamu?”
“Itu,” jawabnya sambil menunjuk Om Danang yang sedang duduk bersama Tante Ria di meja sudut ruangan.
Om Danang yang melihatku sedang bersama Davin, melambaikan tangan padaku. Aku juga melambaikan tangan pada Om Danang. Aku tersenyum. Aku turut senang karena Om Danang dan Anya sudah kembali lagi.
“Oh ya, by the way, kamu kemana aja sih selama ini? Menghilang kok lama banget...” seruku sambil memancing jawaban.
“Saya kerja, wahai Putri Maura yang cantik jelita...”
“Kerja apa?” cecarku.
“Sekarang saya jadi musisi.”
“Wow, hebat banget,” seruku.
Aku tidak menyangka ternyata selama 5 tahun ini dia bekerja sebagai musisi. Ternyata bakat bermusiknya sudah merambah dan menjadikannya sebagai seorang musisi.
“Saya masih dimanajeri si Radit.”
“Oh ya? Hebat juga ya si Radit. Padahal dia sudah menjadi manajer beberapa band. Ternyata dia juga masih merangkap menjadi manajer kamu. Belum lagi mengurus restoran-restoran yang ia dirikan bersama Nana. Hebat banget si Radit. Kalian berdua sama-sama sahabat yang hebat, ya?!” seruku.
“Iya dong. Itu si Radit,” kata Davin sambil menunjuk ke utara panggung. Di sana ada Radit dan Nana yang sedang berdiskusi dengan seseorang yang mengenakan setelan jas berwarna putih.
Di sebelah timur panggung, aku juga melihat ada Kak Nara, Kak Deswita, Miss Wenda dan Mr. Rayen yang sedang asyik berbincang-bincang. Kalau aku, Davin, Nana dan Radit menghampiri mereka pasti akan ada reuni dinner dadakan . Hahaha, aku tertawa kecil dalam hati mengingat serunya dinner di Faraday Cafe.
“Oh ya, Ra. Sekarang kamu jadi balerina profesional ya?” tanya Davin yang bagiku adalah sebuah ledekan.
“Aku jadi balerina profesionalnya baru sekarang. Kalo Radit nggak maksa aku jadi pengisi acaranya, aku nggak bakalan mau. Tapi Radit maksanya hebat banget, pantas saja dia memanajeri banyak band.”
“Saking hebatnya, dia juga menjadi manajer band Peppermint.”
“Oh ya?” Aku kaget bukan kepalang.
Peppermint adalah sebuah band besar. Sebuah band fenomenal yang meraih banyak prestasi dan penghargaan dalam bermusik. Dan ternyata Raditlah yang mengantarkan Peppermint menjadi band paling sukses di Indonesia. Semakin banyak acungan jempolku untuk Radit.
“Maura...” panggil sebuah suara.
Aku menoleh ke samping kananku. Telah berdiri dua orang wanita cantik yang masih sedarah denganku, yaitu Mama dan Kak Kara.
“Maura, maafkan aku ya. Maaf karena waktu itu aku menyakiti hati kamu dan membuatmu sangat membenciku atas tingkahku. Kali ini aku mohon, maafkan aku ya, Ra...”
Aku terdiam. Tersentuh dengan permintaan maaf Kak Kara yang begitu tulus. Terlihat dari bola matanya yang berkaca-baca.
“Maaf karena aku telah menyakiti hati kamu. Sekali lagi maafkan aku, Ra...” Air matanya menetes. Tapi ia tidak menyekanya. Ia membiarkan air matanya jatuh di kedua pipinya.
“Iya, Kak. Aku memaafkan Kak Kara. Rasa sakitku sudah terobati kok,” jawabku kemudian memeluk Kak Kara.
Mama yang ada di belakang Kak Kara, tersenyum melihat kami berdua yang sudah berdamai.
Sudah lama aku tidak berpelukan dengan Kak Kara. Semenjak kejadian beberapa tahun lamanya mengenai pengkhianatan sebuah cinta, aku tidak pernah menyapa Kak Kara meski Kak Kara bolak-balik meminta maaf padaku. Ternyata untuk memaafkan seseorang, aku butuh seseorang lainnya untuk menyentuh hatiku.
“Hai, Vin. Gimana kabarmu?” tanya sebuah suara yang menyapa Davin.
Aku dan Kak Kara saling melepaskan pelukan.
“Hai, Yo. Saya baik-baik saja. Sudah lama kita tidak bertemu,” sahut Davin yang menjawab sapaan Aryo Wibisono, teman ngebandnya saat SMA.
Jika Radit dan Miss Wenda ada di dekat mereka, bakalan terjadi reuni Grand Angelic nih, pikirku yang mengingat tentang teman-teman bandnya Davin ketika SMA.
“Gimana kabarmu, Ra?” tanya Aryo padaku.
Aku tersenyum, “Baik.”
“Benar kan apa kataku. Davin pasti kembali padamu. Ternyata nggak sia-sia ya, acara pertunanganmu dibatalkan,” celetuk Aryo.
Davin kaget, “Loh? Maura pernah tunangan?”
“Iya,” jawab Aryo mantap. Aku diam saja, membiarkan Aryo bercerita semaunya.
“Sama siapa?”
“Sama Aryo Matthew Wibisono.”
“Kamu?”
“Betul banget! Tapi tenang, pertunangan dibatalkan, kok.”
Davin bernafas lega. Aku, Aryo, Mama dan Kak Kara tertawa melihat tingkah Davin yang menampakkan kelegaannya karena acara pertunanganku dibatalkan.
Aku melihat jam dinding yang terpasang di atas pintu. 08.55
“Vin, aku mau ke belakang panggung, ya. Sebentar lagi aku mau mengisi acara,” pamitku pada Davin.
Aku pun berjalan menuju balik panggung. Davin mengikutiku.
***
Cinta itu sederhana
– Uzay Gingsul Azura Zie-
Posting Komentar
Posting Komentar