Konten [Tampil]
Aku hanya memiliki nomor ponsel Anya. Dan dia adalah satu-satunya keluarga Davin yang saat ini bisa kuhubungi.
Aku mencoba menelepon Anya.
Ternyata nomor ponselnya sudah tidak aktif. Berulang kali aku mencoba menghubunginya, tapi tetap tidak bisa.
Aku semakin resah. Ada apa dengan Davin dan juga Anya?
***
Sudah dua minggu aku tidak datang untuk berlatih balet. Dan kini aku datang ke Balenesia. Tujuanku bukan untuk berlatih balet, tetapi untuk mencari Anya.
Aku menunggu Anya di lobby.
Waktu terus berputar dan tak akan pernah berhenti. Sejak aku datang ke tempat les sampai les balet berakhir, aku masih belum melihat batang hidung Anya.
“Maura...”
Aku menoleh ke samping kiri. Ternyata ada Miss Wenda yang telah berdiri di samping kiriku.
“Apa kabar, Miss...” sapaku ramah.
“Baik...” jawab Miss Wenda, kemudian duduk di kursi yang ada di hadapanku. “Kamu gimana kabarnya? Sudah lebih baik?”
“Baik kok, Miss...” jawabku. “Oh ya, Miss, si Anya kemana? Kok dari tadi saya nggak melihat Anya?” tanyaku tiba-tiba.
“Hmm... sudah tiga minggu Anya tidak masuk les. Tidak ada keterangan apa-apa ketika dia tidak masuk. Dan sampai hari ini pun Anya masih belum masuk. Saya jadi khawatir dengan Anya.”
“Anya nggak mengundurkan diri?” tanyaku penuh selidik.
“Tidak. Kalau pun saya tahu bahwa Anya mengundurkan diri dari Balenesia, pasti saya juga memberi tahu kamu sekarang...” terang Miss Wenda.
Aku terdiam. Tiga orang sebagai petunjuk informasi tentang keberadaan Davin ternyata sama sekali tidak memberikan keterangan satupun. Mereka hanya memberikan clue-clue yang membuatku semakin pusing untuk mencari Davin.
“Saya juga mencari Anya, Miss...”
Miss Wenda hanya tersenyum. Mungkin ia berpikir, ternyata tak hanya saya yang mencari Anya.
“Oh ya, kamu sudah coba mencari ke rumah Anya?” tanya Miss Wenda tiba-tiba.
Aku melongo. “Belum, Miss...”
Entah bagaimana bisa, sama sekali tidak pernah terpikirkan olehku untuk bertandang ke rumah Anya. Mungkin saja Anya dan Davin sedang ada di rumah. Dan kalaupun hanya Anya yang berada di rumah, setidaknya Anya akan memberitahu padaku dimana Davin berada.
“Nah, coba deh kamu mendatangi rumah Anya. Mungkin saja Anya ada di rumah. Dan kalau kamu sudah bertemu Anya, tolong hubungi saya ya. Saya kan juga tidak ingin terus-terusan mencemaskan anak didik saya.”
***
Esok pagi adalah pagi yang cerah. Pagi yang kunanti-nanti selama dua minggu ini. Ya, karena aku akan menemuimu, bertemu denganmu, di tempat tinggalmu. Mungkin. Jika kau tak menghilang.
Aku punya beberapa pertanyaan untukmu, yang mungkin tak kau jawab, karena kau telah pergi, meninggalkanku. Namun kuharap kau pergi hanya untuk sementara.
Untuk apa kau menghilang dariku? Untuk apa kau bersembunyi dariku? Dan untuk apa kau pergi meninggalkanku?
Hanya untuk membuatku merindukanmu kah? Hei, setiap waktu aku selalu merindukanmu dan alasanmu tidak cukup kuat untuk menangguhkanku.
Hanya untuk membuatku terpuruk tanpamu kah? Hei, aku bisa hidup tanpamu, tapi aku tak bisa hidup tanpa cintamu karena senyawa cintamu lah nafas hidupku.
Atau kau ingin aku mencarimu?
Hei, bukankah kau tahu bahwa kamu selalu ada di hatiku? Dan tentu saja aku tak perlu mencari hatiku. Hanya saja... hatiku telah kau bawa pergi, semuanya, tak bersisa.
***
Cinta adalah nafas
- Dwi Wahyu Kusuma Dewi -
Posting Komentar
Posting Komentar