Konten [Tampil]
Malam itu agenda kami adalah main ke Malioboro. Sepanjang perjalanan UGM-Malioboro, saya coba benar-benar memperhatikan suasana dengan seksama. Memandangi gedung-gedung Jogja yang eksotik. Melihat jalanan Jogja yang sungguh ramai, padat merayap. Juga mendapati mural-mural cantik dari tangan-tangan kreatif di sudut tembok yang kosong. Jogja, sebeda ini dengan kota-kota lainnya.
Saya pun baru tahu kalau sistem tempat parkirnya didesain sedemikian rupa. Maklum sih, Jogja kan tempat wisata. Diusahakan agar seluruh fasilitasnya ramah wisatawan, termasuk soal tempat parkir. Iya loh, saya baru tahu ada tempat parkir bertingkat untuk mengkomodasi kebutuhan berwisata. Tempat parkir bagian bawah untuk bus-bus pariwisata, lalu bagian atasnya adalah untuk sepeda motor. Hmm, efektif banget ya.
Lalu kami berjalan menuju Malioboro.
Malioboro Dulu dan Sekarang
Dulu, 8 tahun lalu saya pernah ke sini sama teman-teman. Namun waktu itu saya hanya mampu berjalan di lorong-lorong kios. Berjalan sempit-sempitan. Kalau sekarang ada trotoar yang cukup lebar untuk para pejalan kaki. Dulunya enggak ada trotoar selebar ini, melainkan jalan khusus becak dan andong. Sekarang entah andongnya ditempatkan dimana.Malioboro Car Free Night
Beruntung banget malam ini. Malioboro sedang Car Free Night. Enggak ada kendaraan berlalu lalang. Jadinya kami bisa bebas berjalan di sepanjang jalan Malioboro. Wuiii asyiknyaa… Ternyata, Malioboro mendadak Car Free Night karena sedang ada perayaan Imlek.Festival Imlek di Malioboro
Ada parade leang-leong dan semacamnya di sepanjang jalan Malioboro. Pesertanya mulai dari anak SD, SMP, SMA, instansi hingga para tentara. Saling menunjukkan aksi leang-leongnya dengan singa-singanya.Saya senang bisa menonton leang-leong di sini. Sebab, saya terakhir kali menyaksikan leang-leong secara live saat kelas 6 SD. Setelah itu, tidak ada lagi perayaan imlek di kota saya. Ah sedihnya…
Kami berjalan mengikuti parade leang-leong itu. Mereka akan berakhir sampai mana. Hingga kami melewati Pasar Beringharjo yang amat terkenal. Juga melewati Kampung Pecinan yang khas dengan gapura merahnya. Waw, ternyata Malioboro seberagam dan sespesial ini ya.
Hingga akhirnya kami tiba di ujung Malioboro. Yaitu sebuah perempatan dengan jalanan luas, berdekatan dengan sejumlah bangunan cagar budaya. Di tengah-tengah sana, ada panggung terbuka untuk menunjukkan atraksi atau penampilan masing-masing peserta. Sayangnya kami tak mampu menjangkaunya, terlalu ramai dan padat. Tak menemukan celah sedikitpun untuk mengintip.
Ya sudahlah. Kami balik saja. Kaki saya sudah gempor. Hahaha.
Bangunan Eksotis Khas Belanda di Malioboro
Sepanjang jalan, saya terpukau dengan bangunan-bangunan di Malioboro. Bangunan kuno semua euy. Sentuhan Belanda masih kental di sini. Mulai dari ketebalan dindingnya, sudut atapnya, ukirannya yang khas, dsb. Benar-benar Belanda.Waw keren banget dah pokoknya. Saya seterpukau itu sebab saya jarang menemukan bangunan peninggalan Belanda di Jember dan Lumajang. Jarang banget. Ya wajar sih, kota tempat tinggal saya kan bukan kota yang diprioritaskan untuk dikembangkan oleh Belanda.
Berfoto di Jalan Malioboro
Saya enggak paham, kenapa Jalan Malioboro semagis itu. Banyak orang yang berfoto di bawah tulisan Jalan Malioboro. Entah apa sebabnya.Padahal, ketika tiba di kawasan Malioboro, jalan yang kita lewati pertama kali bukanlah Jalan Malioboro, melainkan Jalan Margo Utama. Awalnya saya mencari-cari, apa benar ini jalanan Malioboro? Kok tulisannya Margo Utama?
Lalu si Mas cerita, bahwa jalanan yang panjang ini terdiri atas 3 jalan. Masing-masing nama jalannya memiliki filosofi tersendiri. Margo Utama, kita dituntut untuk mencari ilmu/keutamaan dalam hidup. Malioboro, kita dituntut untuk mengembara mencari ilmu. Terakhir, Margo Mulya, kita akan mendapatkan kemuliaan dalam hidup.
Wuaaah… keren banget sih penamaannya. Kan saya jadi pengen punya anak yang diberi nama Margo, hahaha.
Nyobain Mc Flurry di Malioboro
Eh, saya enggak pernah makan Mc Flurry-nya McD. Pernahnya sih yang sundae ya. Awalnya si Mas nawarin es krimnya McD, tapi saya tolak, saya pikir sundae. Dirayu-rayu, ya akhirnya saya mau. Nggak papa, beli 1 aja, makannya berdua. Saya jarang banget bisa menghabiskan es krim.Lalu si Mc Flurry datang. Waw. Enak. Makin enak ketika disuapin. Hoho… Tapi yang selanjutnya, saya yang nyuapin si Mas. Siah, sok-sok romantis.
Yuk Pulang ke Solo
Waktu sudah menunjukkan pukul 9 malam. Harus pulang. Kami harus segera kembali ke Solo. Jangan terlalu malam untuk sampai di sana.Si Mas nyetirnya enggak ngebut-ngebut banget sih, tapi enggak selow-selow juga sih. Yang sedang-sedang saja. Hanya saja… saya… ngantuk berat. Berulang kali ketiduran di boncengan. Haduh terkantuk-kantuk. Kayak nge-fly gitu dah. Pohon dikira truk, ya langsung bangunlah.
Saya tuh enggak kuat banget ya. Sempat mampir pom bensin. Lumayan, mata agak melek dan terang benderang. Tapi ketika udah dibonceng naik sepeda motor lagi, yaelah ngantuk lagi. Yok dikuat-kuatin matanya. Sedikit lagi sampai Solo… Sedikit lagi Solo…
Hingga akhirnya… kami tiba di Solo. Saya diantar ke kos. Lalu si Mas balik ke rumah. Alhamdulillah…
Usai sudah cerita saya di Malioboro. Keesokan harinya, saya masih jalan-jalan di Solo. Yang ini bakalan benar-benar Solo Travelling dah. Tunggu aja ceritanya pekan depan, hohoo…
Wassalamualaikum wr wb 💕
Kalo lagi Imlek main ke Semarang mbak. Semarak banget kalo Imlek. Banyak keturunan Tionghoanya kalo Semarang. Jadi suasana imleknya kentel banget.
BalasHapus