Konten [Tampil]
“Ma, nanti sore Mama kosong nggak?” tanyaku pada Mama yang tiba-tiba kurangkul dari belakang. Mama sedang asyik memasak di dapur.
“Kenapa sayang?” tanya Mama.
“Antarkan Maura ke mall, terus ke salon ya, Ma?” pintaku.
“Cieee... mau satnite sama siapa?” tebak Mama. Entah bagaimana bisa tebakan Mama benar. Dan entah bagaimana bisa Mama tahu dengan istilah satnite yang berarti Saturday night alias malam Minggu yang biasa dilakukan anak muda.
“Rahasia dong, Ma...” elakku.
“Sama cowok yang mengantarkan kamu beberapa hari yang lalu ya?”
Lagi-lagi, tebakan Mama benar. Herannya, kenapa Mama langsung tahu siapa yang mengajakku dinner. Nggak wajar jika hasil tebakan Mama mulus semua tanpa ada yang melenceng sedikitpun. Aku jadi malu dibuatnya.
***
Aku duduk di sofa mini. Mama masih sibuk mencarikan baju untukku. Memang, yang sedang membutuhkan baju adalah aku. Tapi aku bukan tipe orang yang tahu baju apa yang pas untuk aku kenakan. Walhasil, Mama yang kerepotan mencarikanku baju yang sesuai denganku.
Tak berapa lama kemudian, Mama mendatangiku dengan membawa 5 gaun. Aku shock dibuatnya.
“Coba kamu pakai 5 gaun ini,” perintah Mama sambil menyodorkanku 5 gaun.
“Masa’ aku pake gaun ini semua? Memangnya ini dibeli semua sama Mama?” tanyaku polos.
“Enggaklah. Kamu coba dulu. Ntar yang pas dibeli,” kata Mama lagi.
“Oo..” aku membulatkan mulut, lalu pergi menuju ruang ganti. Mau tak mau aku harus mencobanya untuk mendapatkan gaun yang pas.
Tak berapa lama kemudian, aku keluar dari ruang ganti dan berkaca di depan cermin besar berbentuk oval yang berada tak jauh dari ruang ganti.
Gaun pertama yang aku coba berwarna hitam. Hitam polos tanpa aksen apapun. Aku tidak begitu suka dengan gaun ini. Terlalu polos.
“Coba ganti yang lain,” perintah Mama lagi.
Gaun kedua yang juga aku coba berwarna merah muda. Ada motif bunga-bunga di bagian bawah gaun yang menambah kesan manis pada gaun ini. Aku suka gaun ini, tapi...
“Ma, gaunnya kekecilan. Aku nggak nyaman, Ma...” rengekku.
“Ya sudah, ganti sana. Faktor kenyamanan adalah faktor nomor satu yang harus diperhatikan ketika akan mengenakan baju apalagi gaun,” kata Mama.
Gaun ketiga yang aku coba berwarna putih. Gaun dengan panjang yang menjuntai sampai ke lantai, sepertinya akan membuatku ribet ketika berjalan. Lagipula, gaun ini...
“Ma, kok kayak pengantin?” rengekku lagi.
Aku pun mencoba gaun keempat. Gaun selutut yang sedang aku kenakan ini berwarna biru muda. Namun ada satu hal yang tidak kusuka.
“Ma, kok belakangnya bolong sih? Bolongnya gede pula,” protesku.
“Iya ya, nanti kamu dikira sundel bolong. Ya sudah, ganti sana. Ini gaun ke berapa yang kamu coba?” tanya Mama.
“Gaun keempat.”
“Ganti gaun kelima. Semoga gaun yang terakhir ini cocok di kamu. Mama capek muter-muter nyariin gaun buat kamu sedangkan kamu malah asyik duduk di sofa sambil ngeliatin Mama,” seru Mama
Aku hanya bisa nyengir saat mendengar keluhan Mama.
Dan gaun terakhir yang aku kenakan berwarna merah marun. Panjangnya selutut. Bentuk gaunnya sesuai dengan lekuk tubuhku. Pita lebar berwarna hitam yang melingkari gaun menjuntai dengan indah. Aku merasa sangat nyaman dengan gaun ini. Sepertinya gaun ini juga tampak indah bila kukenakan.
“Cantik sekali anak Mama. Gaun itu pas sekali di badan kamu,” puji Mama.
“Iya dong...” sahutku sambil tersenyum.
“Anak Mama memang cantik-cantik semua,” kata Mama.
“Ma, Kak Nara kan cowok. Darimana cantiknya?” protesku.
***
Setelah mendapatkan gaun yang pas, aku dan Mama berjalan keliling mall mencari salon yang bagus. Memang banyak sekali salon yang bertebaran. Tapi aku dan Mama mencari salon langganan Mama yang ternyata Mama lupa tempatnya dimana. Maklum, ingatan Mama semakin berkurang seiring bertambahnya usia.
Alhasil, aku dan Mama berjuang keras untuk menemukan salon langganan Mama. Nama salonnya Ailupyu. Kata Mama sih, pemilik salon tersebut adalah sahabat lamanya Mama, tapi sudah lama Mama tidak datang ke salon Ailupyu karena Mama tidak begitu suka dengan mall. Mama lebih suka pergi ke salon yang berada di luar mall. Tapi berhubung aku dan Mama mencari gaun di dalam mall, sekalian saja mempercantik diri di salon yang berada di dalamnya.
Tak berapa lama kemudian, aku dan Mama berteriak kegirangan karena telah menemukan salon Ailupyu. Ternyata oh ternyata, salon ini berada di lantai paling atas. Mama yang sudah hampir kepala lima sampai ngos-ngosan dibuatnya.
Aku dan Mama masuk ke dalam salon. Kami langsung disambut oleh resepsionis yang menawarkan berbagai perawatan kecantikan yang baru. Tapi Mama tidak mempedulikan resepsionis yang telah nyerocos menawarkan layanan perawatan kecantikan.
Mama malah masuk ke bagian dalam salon dan langsung bertanya pada salah satu karyawan yang sedang asyik bercengkerama dengan karyawan lainnya, “Mbak, Ibu Ria dimana ya?”
“Ibu Ria sedang keluar,” jawab karyawan tersebut dengan santun.
“Oo... sedang keluar ya?”
“Iya,” kata karyawan tersebut. “Ibu dan Mbak mau perawatan apa?” tanyanya lagi.
“Saya mau facial. Dan anak saya mau.. hmm... buat anak saya lebih cantik daripada ini,” kata Mama dengan lantang. Aku yang mengintil di belakang Mama hanya bisa diam mengiyakan semua kata Mama.
“Baik, bu. Silahkan duduk dulu,” kata karyawan tersebut.
Aku dan Mama pun mengambil tempat dan duduk berdampingan.
Kemudian datang dua orang karyawan yang siap mendandani kami. Satu karyawan siap dengan alat facialnya dan mulai mengoles wajah Mama dengan beberapa ramuan herbal. Sedangkan karyawan lainnya siap untuk membuatku lebih cantik.
“Mbak, rambutnya mau dipotong seperti apa?” tanya karyawan yang melayaniku.
“Oh iya Ma, rambutku kan pendek. Susah untuk dibuat berbagai model. Gimana ini, Ma? Mau dipotong kayak gimana?” tanyaku pada Mama.
“Model rambut yang lagi ngetrend apa, mbak?” tanya Mama pada karyawan yang melayaniku.
“Model rambutnya Christiano Ronaldo,” jawabnya polos.
Aku hanya bisa tertunduk lesu.
“Ma, aku kan mau dinner. Masa’ potongan rambutku dibuat kayak Ronaldo?” selorohku.
“Iya juga ya. Ya sudah, begini saja, buatlah rambut anak saya lebih bervolume,” saran Mama.
“Baik, Bu” jawab karyawan tersebut dan segera mengambil peralatan untuk membuat rambutku lebih bervolume dan tidak terkesan lepek.
Supaya tidak bosan, aku dan Mama membaca majalah yang memang disediakan oleh salon tersebut guna mengobati rasa bosan.
Tak berapa lama kemudian, ada pesan singkat yang masuk ke ponselku. Segera kuambil dari dalam tas dan membukanya.
Ada sms dari Anya.
Kak kece, jangan lupa nanti malam jam 7 dinner dijemput Kak Davin kece.
Aku yang membaca sms dari Anya, langsung tertunduk lemas tak bergairah. Kenapa si Davin cerita ke Anya perihal dinner ini? Dan kenapa Anya juga memanggilku Kak kece?
“Oh ya Ra, siapa sih yang ngajak kamu dinner nanti malam?” tanya Mama tiba-tiba.
“Temanku, Ma,” jawabku sekenanya.
“Teman atau pacar?”
“Teman, Ma...”
“Kalau boleh Mama tahu, namanya siapa sih?”
“Davin.”
“Davin?!”
***
Cinta itu hak prerogatif manusia
– Ebby Bebek -
Posting Komentar
Posting Komentar