Konten [Tampil]
Pernahkah
kamu mengalami kekosongan hati? Ketika kamu tidak menyukai seseorang,
ketika kamu tidak mencintai seseorang, ketika kamu tidak memberatkan
seseorang, ketika kamu tidak memikirkan seseorang dan ketika kamu tidak
merindukan siapapun.
Jangankan
merindu, ‘merindu kepada siapa’ adalah pertanyaan besar bagi hati yang
kosong. Bagaimana mau merindu jika tidak tahu siapa yang harus
dirindukan.
Hati
yang kosong sangat berbeda maknanya dengan hati yang nganggur. Hati
yang nganggur adalah hati yang sangat ingin diisi hatinya oleh siapapun
itu, yang penting hatinya terisi. Layaknya pengangguran, yang mau
bekerja apapun, yang penting menghasilkan uang.
Sangat
jauh berbeda dengan hati yang kosong. Hati yang kosong tidak peduli
waktu dan tidak akan peduli arah. Ia hanya menunggu waktu yang tepat
ketika seseorang datang mengetuk pintu hati dari segala arah dan dari
berbagai penjuru kemudian masuk ke dalamnya untuk menjadi pemilik hati
tersebut.
Hati
yang kosong, selalu menikmati hidup. Sedangkan hati yang nganggur,
selalu memikirkan hidup, bahkan ingin rasanya untuk mengurus hidup orang
lain.
Dan
aku adalah salah satu orang yang hatinya sedang kosong. Tapi entah
mengapa malam ini aku memikirkannya. Memikirkan sekaligus merindukan
seseorang yang ingin dipuja.
Merindu
itu nikmat. Kita akan terbawa pada emosi yang meluap-luap hanya untuk
merasakan sebuah euforia rasa yang teramat sensitif kepada orang yang
dirindukan. Bukan kepada orang yang sempurna, tetapi hanyalah kepada
orang yang dirindukan.
Merindu itu nikmat. Seperti ketika kamu meneguk setetes air mineral di tengah teriknya matahari, di padang pasir tak bertuan.
***
Aku ingin tahu kamu. Mengenal kamu. Dan bagaimana kamu.
Aku ingin bertemu kamu. Bagaimana rupamu. Dan bagaimana lakumu.
Aku ingin tahu rumah kamu. Bagaimana suasanamu. Dan bagaimana kerabatmu.
Aku ingin tahu teman kamu. Bagaimana candamu. Dan bagaimana tangismu.
Aku ingin tahu mantan kamu. Bagaimana baikmu. Dan bagaimana burukmu.
Kamu adalah rahasia Ilahi. Yang sampai sekarang belum terketahui.
Cupu. Adalah kesan dari puisi ini. Dengan jelas berkata ‘aku’ dan dengan jelas menyatakan ‘kamu’.
Penulisnya memang cupu. Secupu ia bermain cinta, mencampur adukkan rindu dan mempertanyakan hati.
***
“Gimana? Desain sepatu gue udah selesai?” tanya Nana di seberang telepon.
“Udah...” jawabku sambil menggoreskan pena di sebuah kertas untuk merancang sebuah desain yang baru.
“Kapan bisa gue ambil?”
“Sekarang juga bisa kok.”
“Oke,
thanks ya. Ntar sore gue ke butik lo,” jawabnya yang selalu menggunakan
gue-elo dalam setiap pembicaraan. Sedangkan aku? Selalu aku-kamu dalam
setiap pembicaraan dengan alasan lebih sopan, meski aku tahu bahwa lebih
sopan menggunakan saya daripada aku.
“Yaa... aku tunggu..” jawabku sekaligus mengakhiri pembicaraan via telepon.
Aku
pun melanjutkan sketsa baru yang telah dipesan oleh pelanggan lamaku.
Sudah lama dia tidak mampir ke butikku. Aku merindukannya. Lebih
tepatnya merindukan kecerewetannya.
Permintaannya
sungguh merepotkan. Memang sih, dia hanya memesan satu desain sepatu.
Tetapi untuk memenuhi desain sepatu yang ia mau, setidaknya aku harus
menyiapkan minimal 5 sketsa sepatu untuknya. Dengan alasan, takut desain
yang sudah aku buat tidak pas di hatinya. Yaa... karena saking
cerewetnya.
Dan
ketika aku menyodorkan 5 sketsa untuknya, dia sangat bingung untuk
memilih 1 di antara 5 sketsa yang telah aku buat. Saking bingungnya,
akhirnya dia mengambil semua desain yang aku sodorkan. Dia minta
semuanyaa. Dan dia beli semuanya. Nah, beginilah modus mulus seorang
desainer.
Menjadi
desainer bukanlah perkara yang mudah. Perlu imajinasi yang kuat untuk
mengembangkan hal kecil kemudian menjadikannya sebuah karya yang
imajinatif.
Seperti
kata pepatah, seorang penari tidak akan pernah lepas dari selendangnya.
Seorang pelukis tidak akan pernah lepas dari kuas dan kanvasnya.
Begitupun
juga desainer. Seorang desainer tidak akan pernah lepas dari pena dan
sketsanya. Seperti aku, yang selalu berurusan dengan pena dan sketsa.
***
Cinta itu tentang kesetiaan dan ketulusan
- Sarah WH -
Posting Komentar
Posting Komentar