Konten [Tampil]
Akhir-akhir ini saya punya agenda tetap yang baru. Yaitu, setiap hari Minggu pagi banget, kudu ke rumah Mbah Uti. Rumahnya di Tempeh. 30 menit perjalanan dari rumah.
Saya dan Ibu, pagi-pagi banget setelah belanja dan beli nasi bungkus, kami langsung cus berangkat ke rumah Mbah Uti. Biasanya jam 5.30 udah siap. Meski belum mandi, gak papalah.
Ini foto 2 tahun lalu (2017) |
Riwayat Mbah Uti
Di rumah Mbah Uti, ya ada Mbah Uti. Fisik beliau enggak sebagus dulu. Jalan agak susah, harus pakai tongkat penyangga. Ya faktor usia sih.Juga beliau punya riwayat diabetes. Kalau orang diabet ini kan biasanya menyerang kaki. Maksudnya kakinya lemah gitu. Juga, bikin lemas di badan. Pengennya tiduran aja. Ya Mbah Uti seringnya tiduran di kamar.
Tapi pagi dan sore biasanya keluar kamar. Mandi pagi dan sarapan. Siangnya berbaring di kasur dah. Sorenya makan malam. Duduk-duduk di depan TV. Cemilan sehat dan yang dimau Inshaa Allah tersedia setiap saat.
Mbah Uti 3 tahun lalu, gendong Fatim |
Mandinya Mbah Uti
Yang merawat Mbah Uti biasanya Bude Mi (anak menantu), karena tinggal serumah dan enggak ada kerjaan tetap. Sementara Bude Kis yang rumahnya sebelahan, punya kerjaan tetap dan harus dinas setiap senin-jumat. Jadinya Bude Kis kebagian jatah mandi tiap hari Sabtu.Sementara Ibu, yang tokonya ramai Senin-Sabtu, maka jatah mandiin Mbah Uti ya setiap hari Minggu. Nah, saya ini yang mengantar dan menemani Ibu ke rumah Mbah Uti.
Ya seru gitu. Ibu biasanya mandiinya pakai ngehibur gitu. Enggak pake marah-marah. Ya dirayu-rayu, dipuji-puji. Pokoknya ngebuat acara mandi itu seru. Beneran bikin seger. Juga supaya Mbah Uti ngerasain bahwa orang-orang sekitarnya benar-benar peduli.
Mbah Uti mandinya pakai kursi. Ngambil air pakai gayung ya masih sanggup. Tapi ya biasanya diambilkan, dimandikan, biar benar-benar bersih. Ya gosok gigi juga.
Usai mandi, pakai handuk. Pakai daster + popok. Menyisir rambut dan pakai bedak. Tapi semua hal itu dibantu untuk mempermudah aktivitas.
Ibu dan Mbah Uti (2009). Bahagia seru-seru ya, hahhaa |
Makannya Mbah Uti
Alhamdulillah, Mbah Uti makannya masih enak. Doyan. Porsinya ya kayak biasanya. Masih suka pilih-pilih makanan, demi makan enak.Biasanya sama Bude Mi ditawari, mau makan apa? Ya kadang pengen rawon, soto, ayam, cumi-cumi, dll. Ya dimakan. Tapi kadang cuma kuahnya aja, yang penting ada rasanya. Tapi ya tetap dimakan kok lauk cuminya, meski enggak banyak. Ya sepotong atau 2 potong. Minimal kan udah mewujudkan keinginannya.
Camilannya biasanya singkong rebus, dll yang rebus-rebusan. Kadang minta anggur, ya kami belikan. Doyan doyan aja tuh.
Juga, biasanya pas Minggu pagi, kami bawakan jajan mentuk. Kesukaannya Mbah Uti. Dikasih 3 biji habis itu. Tapi akhir-akhir ini ya tentu kami batasi, soalnya manis itu euy, hahaha...
Mbah Uti, saat acara nikahannya Bude Endang |
Kejadian Lucu Sama Mbah Uti
Sebenarnya banyak ya, kejadian lucu sama Mbah Uti. Soal interaksi, omongannya, kemauannya, dll. Tapi umumnya yang ngerasain ya Bude Mi, soalnya ngerawat tiap hari. Kalau kejadian-kejadian yang dialami Bude Mi ini saya enggak seberapa ingat sih, haha. Soalnya bukan saya kan yang ngalami.Tapi kalau kejadian yang saya alami sendiri tentu ada dong...
Waktu itu, saya dan Ibu datang Minggu pagi. Langsung ke kamarnya Mbah Uti. Beliau masih di atas kasur. Saat saya buka tirai (yang bikin nyamuk nggak masuk itu loh), Mbah Uti bilang, "kok aku ndak dientas seh"
Ya kami kaget dan tertawa terpingkal-pingkal dong. Sebab, kata dientas ini maknanya diangkat, biasanya digunakan dalam kegiatan mengangkat air panas dari kompor dari wajan karena udah matang. Lah emangnya Mbah Uti mau dientas disamain dengan air panas? 😂
Mbah Uti (2019) |
Saat itu, Mbah Uti tiduran di kamar. Saya masuk, Buka tirai. Mbah Uti ngerti kalau saya datang. Lalu saya minta Mbah Uti turun dari kasur. Nonton tv sama saya. Mbah Uti bilang, "lahwong aku sektas mapan..."
Tapi gitu ya Mbah Uti mau aja loh buat turun dari kasur. Hahaha. Saya enggak maksa kok, tapi kebetula aja Mbah Uti mau. Ya gimana ya, lahwong saya kangen. Pengen ditemani Mbah Uti.
Resikonya, ya saya harus menuntun Mbah Uti jalan keluar dari kamarnya menuju tempat nonton TV. Saat kami keluar dari kamar, Pakde Jarot kaget, lalu bilang "Iku loh Mbahe kaitan mapan kok digugahi"
Sambil memelas, saya bilang, "Hehe, iyo, Mbah Uti mari kondo. Lah aku pengen dikancani Mbah Uti, hehehe".
Ya saya nemenin Mbah Uti di ruang keluarga. Ada Ibu, Bude Mi dan Pakde Jarot. Makan-makan. Ngobrol apa adanya.
Setengah jam kemudian, kami pamit pulang.
...dan saya harus bertanggung jawab mengembalikan Mbah Uti ke tempat tidurnya. Hahaha.
Ceritanya sederhana. Sedikit lucu. Namun amat berkesan bagi saya.
Cucu-cucunya Mbah Uti (2012) |
Ya semoga kami diberi kesempatan banyak-banyak supaya tetap bisa berinteraksi dengan Mbah Uti. Semoga Mbah Uti diberi kesehatan dan panjang umur, supaya kami tetap bisa seru-seruan sama Mbah Uti. Aamiin...
Itu sih, cerita sederhana tentang kami yang merawat Mbah Uti. Porsi saya merawat beliau amat sedikit, kemungkinan cuma 1%. Di sana saya tugasnya menghibur dan menemani saja. Hahaha. Meramaikan pemandangan saja.
Lalu, kamu? Bagaimana pengalaman merawat nenek kakekmu?
Terima kasih sudah membaca sampai akhir
Wassalamualaikum wr wb 💕
Saya merawat ibu. Sama seperti keluarga Kak Ros merawat Mbah Uti. Usianya juga sama. Lebih tua ibu saya, sih, kelihatannya, selain pendengaran ibu saya sudah tinggal 40% dengan posisi tepat. Jadi seperti orang bertengkar kalau menjelaskan. Beliau tidak bisa baca tulis.
BalasHapusIbu saya minta mandi sehari sekali pada sore hari. Saya juga pakai istilah memandikan karena nyaris semua dibantu kecuali membersihkan area pribadi.
huhuu
Hapussemoga Ibunya mbak Susi selalu disehatkan yaaa
juga dibahagiakn
💕
Bagus itu. Ya kalo selagi masih punya nenek kakek ya harus dirawat gitu. Biar kita gak merasa bersalah, Mbak. Dulu aku masih kecil masih ada nenek kakek. Sekarang mereka sudah berpulang ke rahmatullah. 😢
BalasHapushuhu
Hapusiya nih, Inshaa Allah dirawat 💕