Konten [Tampil]
Saya pikir, Taman Sriwedari ini keren. Sebenar-benarnya taman. Eh ternyata enggak. Malah justru mengecewakan sih. Tapi ya gimana, lahwong tanahnya masih sengketa. Dan pemkot Solo tidak ada hak untuk mengindahkannya.
Saya mengenal Taman Sriwedari, mulanya hanya dari namanya saja. Namanya, dijadikan sebuah judul lagu toh?
sumber gambar: indonesiakaya.com |
Lalu, wujud Taman Sriwedari, kali pertama saya lihat di layar kaca televisi. Lebih tepatnya di acara Katakan Putus, saat ada kegiatan si target ternyata suka stay di Taman Sriwedari. Yang terlihat cuma tampak depannya saja. Sangat membuat saya penasaran.
Nah, dalam kesempatan kali itu, setelah dari Taman Balekambang, rencananya saya singgah ke Taman Sriwedari, sekaligus mampir ke pertokoan buku loak yang lokasinya persis di belakang Taman Sriwedari.
Dari Taman Balekambang, saya diantar oleh abang gojek, lalu minta diturunkan di toko buku loak, tapi lewat Taman Sriwedari. Syok sih, saat tahu wujud Taman Sriwedari yang sebenarnya.
Ternyata, yang bagus cuma depannya aja. Ya bangunan itu aja. Selebihnya, masuk ke area Taman Sriwedari, hmm jatuhnya malah cenderung lahan yang tak terpakai. Bahkan bebas dipakai orang untuk acara apapun.
Saya pikir, apa bagusnya taman ini? Yang bagus ya... namanya saja sih, haha.
Btw, toko buku loaknya panjang banget ya. Berderet sepanjang jalan sebelahnya Taman Sriwedari. Saya berputar dua kali, demi mendapatkan bukunya Adek.
Tapi enggak nemu. Soalnya, buku yang dicari adalah buku tes masuk perguruan tinggi di luar negeri. Soal-soalnya ya tentang Matematika, IPA, dll namun berbahasa Inggris. Ya kan jarang sih.. Makanya cari ke Solo, berharap dapat. Lah ya gimana mau dapat, lahwong nyarinya di toko loak.
Alhasil, saya mendapatkan buku bekas, untuk perkuliahan saya, hohoo....
Setelah merasa lelah di toko loak, saya kembali ke Taman Sriwedari. Entah mau singgah di mana. Pokoknya jalan aja dah.
Sampai akhirnya, saya mendapati sebuah warung reyot, dengan mbah kakung sebagai pemiliknya. Beliau sendiri. Jualan kopi, teh, gorengan, dan segala macamnya.
Mulanya, saya berencana untuk duduk-duduk di gedung Gedung Wayang Orang. Tapi sepertinya ngobrol dengan Mbah Kakung ini lebih menarik. Ya mari duduklah...
Saya memesan teh hangat. Lalu diminum pelan-pelan. Menjaganya untuk tidak habis, sampai si Mas datang menjemput sepulang kerja.
Saya mencoba ngobrol dengan si Mbah. Beliau berbahasa Jawa Krama. Sementara.... saya kagok euy. Mampunya Bahasa Indonesia. Kalau mau ngomong pake bahasa Jawa Krama, harus dipikir dulu. Ini bahasa jawa kramanya apa ya?
Ya beberapa kali sih, saya merasa obrolan kita tidak nyambung. Hahaha
Mbah Kakung ini bercerita tentang kehidupannya. Masa bahagianya ketika bersama istrinya. Masa jayanya ketika soto buatannya ramai karena danau kecil di depan warungnya ini masih ramai. Juga, cerita nakalnya menjadi warga Indonesia yang tidak ber-KTP, hahaha.
Ah ya, kegiatan lain beliau adalah membuka kacang godril dengan palu. Kacang godril itu, diambilnya dari pohon Trambessi. Dikeringkan, kemudian dipecahkan. Lalu dijual. Kemudian dimasak untuk dimakan. Menarik sih, saya baru lihat.
Merasa cukup puas ngobrol dengan beliau, Alhamdulillah si Mas datang. Yey! Sempat harap-harap cemas si Mas bisa datang lebih awal. Soalnya bingung juga sih, kalau sore memangnya mau main kemana? Untungnya bisa pulang lebih awal.
Sejujurnya saya cukup kecewa sih dengan Taman Sriwedari. Seperti tidak ada apa-apanya. Namun untuk perjalanan atau kisah di Taman Sriwedari, Alhamdulillah cukup terpuaskan.
Sepertinya, nanti... belum tentu saya tertarik untuk kembali ke Taman Sriwedari lagi. Hahaha.
Lalu, kamu? Tertarik untuk main ke Taman Sriwedari?
Wassalamualaikum wr wb 💕
Wahahaha iya bener, Taman Sriwedari ini emang mengecewakan banget sih. Tapi kabarnya bakal dipindah dan renovasi, tapi entah fix apa enggak sih. We will see.
BalasHapusAku tertarik dengan kehidupan mbak kakung itu kak ros. Coba digali lebih dalam lagi pasti akan menjadi cwrita yang menarim
BalasHapusWah Eny jadi pengen ketaman buku ini, Eny suka beli buku hehehe buku jadul apalagi suka koleksi sih
BalasHapusTernyata tidak semua taman indah ya. Ada juga taman yg kosong dan seakan 'mati'. Semoga ke depannya taman sriwedari bisa diperhatikan dan diurus oleh pihak yg berwenang.
BalasHapusPaling seneng kalau ketemu penjual dengan bonus cerita2nya gtu. Aku kangen denger bahasa Jawa kromo, moga2 masih awet bahasa itu. AKu sendiri krnn besar di Sby gk terlalu pinter kromo, bisanya jowo kasaran hehe :P
BalasHapusEh jd si mbahnya dah gak jualan soto lagi ya mbak?
LAngsung keinget lagunya Maliq yang Setapak Sriwedari, Mbak :D
BalasHapusDelo ngkas mesjid-e dadi.. Apik og..
BalasHapusSaya sudah pernah nulis di blog tentang Taman Sriwedari mbak, dilihat dari luar kelihatannya sih bagus, setelah masuk ke dlm ya seperti ini. Saya makan tahu kupat sambil ngobrol sama penjualnya pakai bahasa jawa kromo inggil, seperti mbak saya juga sebentar-bentar mikir hihihi coz kosakata saya pun terbatas...kata si penjual tahu, sekarang sepi setelah ada konflik kepemilikan lahan, group kesenian yg biasa tampil rutin sekarang pindah tempat krn nggak ada kepastian perpanjangan kontrak (atau tdk diperpanjang)
BalasHapus