Konten [Tampil]
Hohoo, judulnya cetar sekali. Tentang sesuatu yang dikhawatirkan saat bertemu calon mertua untuk pertama kali. Iya loh, belum apa-apa, saya sudah khawatir. Yang dikhawatirkan ya cuma 3 hal, tapi itu beraaat banget. Harus diperjuangin. Perjuangannya kudu dicicil mulai sekarang 👊
Memang ya, enggak semua calon menantu bisa mulus saat berhadapan dengan calon mertuanya. Entah camernya galak, cuek, kudu disogok dulu, tanya macam-macam, atau bahkan nyinyirin calon menantunya dengan tatapan sinis. Waw, itu yang seringkali saya lihat di tv-tv sih 😆
Bertemu Camer Untuk Pertama Kali, Apa Sih yang Dikhawatirkan?
Saking seramnya drama pertemuan calon menantu dengan calon mertuanya, membuat sebagian orang ketar-ketir. Termasuk saya. Banyak hal yang saya khawatirkan. Daripada saya stres karena khawatir berlebihan, ya mending saya bagi kekhawatiran saya di tulisan ini ya 😆Kaget Saat Calon Menantunya Terlalu Sehat Segar Bugar
Iya nih. Saya kan boleh dibilang terlalu sehat, segar, bugar, bohay, semok, dan segala macamlah. Kalau dari segi fisik, ya hmm kurang ideal seperti perempuan lainnya. Nah, fisik yang terlalu berlebihan, menjadi kekhawatiran saya yang pertama.Hampir setiap orang menilai kepribadian dari tampilan toh? Ya termasuk ketika nanti bertemu dengan calon mertua. Beliau akan melihat saya, dari atas sampai bawah. Yang dilihat: fisiknya, penampilannya, dan ekspresi wajahnya. Sepakat?
Makanya, saya sedang rutin latihan zumba 2 kali sehari. Mengurangi porsi makan, sebisanya 😆 Memperbanyak buah dan sayur. Mengurangi porsi nasi. Sejauh ini, bisa dan aman sih. Namun semua berubah ketika saya pulang ke rumah dan Ibu sudah menyiapkan segala jenis aneka makanan yang harus disantap oleh anak kesayangannya. Yaelaaah. Yaaa gimana ya😅
Harus Bisa Berbahasa Jawa Krama yang Baik dan Benar
Saya dan dia memang sama-sama Jawa. Tapi Jawa kami beda. Saya Jawanya Lumajang, yang logat dan bahasanya ala Jawa Malang. Kemudian tinggal di Jember sekian tahun, yang logat Jawanya terdistraksi dengan Madura. Sementara, si Mas adalah Jawa Solo yang bahasanya dijamin haluuus banget.Lahwong pas si Mas ke rumah, pamitan ke Ibu pake bahasa Jawa krama yang santuuun banget. Juga... lama banget. Ada deh tuh 3 paragraf. Saya tanya tuh ke Ibu, "Bu, maeng artine opo yo" Lalu, Ibu menjawab. "Ibu gak weruh pisan Ros. Cek dowone yo. Cek aluse". Lah, Ibu aja enggak paham, apalagi saya 😅
Persoalannya enggak cuma soal itu. Tetapi.. hmm soal calon mertua alias bapaknya si Mas. Ya berarti kan nanti saya harus ngomong dengan Jawa Krama yang halus toh. Wuaaaa, saya mana bisaaaaa 😥
Kan enggak lucu kalau beliau pake Jawa Krama, tapi saya jawab pakai Bahasa Indonesia. Makanya ini seringkali saya merespon bahasa Jawa Krama dan mulai mempelajarinya lebih dalam. Apalagi... bapaknya si Mas alias calon mertua adalah seorang dosen Sastra Jawa... Huwaaaaaa saya syok dan stres 😵
Dikira Enggak Berpendirian Karena Jurusan Kuliah yang Menyimpang
Saya kan kuliahnya cukup menyimpang ya. S1 nya pendidikan, kemudian S2 nya Pengelolaan Sumberdaya Air yang fokus pada pertanian. Bayangin coba, dari pendidikan ke pertanian. Maunya appaaa???Ya bisa sih kalau dianggap akan menjadi guru SMK jurusan Pertanian. Tapi bukan itu masalahnya. Melainkan soal pilihan, pendirian, dan tanggungjawab.
Pilihan S2 saya absurd banget. Pasti kan nanti ditanya, "Kenapa kok pilih jurusan itu?". Jawabnya: dapat beasiswa.
Pasti dalam benak beliau, terpikir bahwa penerima beasiswa harus mengembalikan jasa ke prodinya, minimal dengan menerapkan keilmuannya tersebut dalam profesinya. Lalu, saya?😶
"Kembali menjadi guru? Lah untuk apa repot-repot S2 yang bidangnya tidak sesuai? Hanya demi beasiswa? Beasiswa ini diambil dari pajak rakyat loh. Kamu harus tanggung jawab sama rakyat dengan bidang keilmuanmu".
Itulah pertanyaan yang saya khawatirkan. Jujur, pertanyaan tersebut pernah dilontarkan oleh Pak Martinus, dosen saya yang dulu sempat menjabat sebagai Direktur Pascasarjana. Saat saya dicecar oleh beliau, saya paham bahwa pilihan saya absurd, tidak berpendirian, ambil enaknya sendiri, dan entah akan bertanggung jawab di sisi mana 💁
Tanpa sadar, saat itu saya meneteskan air mata. Tepat di hari pertama kami kuliah. Pertanyaan beliau cukup menohok bagi saya. Sudah saya prediksi sejak lama, karena dari dalam diri sendiripun pertanyaan itu sudah ada. Makanya, tangis saya pecah saat pertanyaan itu tiba dan nyata adanya.
Wuah, bahasan saya berat ya. Tapi memang itulah kekhawatiran saya. Saya harus bisa mempertanggungjawabkan pilihan saya. Jalannya mungkin belum ditemukan, namun suatu saat nanti saya pasti akan menemukan cara untuk mempertanggungjawabkan amanah pajak rakyat tersebut. Doakan ya. Semogakan 😇
--
Sepertinya kekhawatiran saya hanya itu saja. Tapi yang dikhawatirkan cukup berat ya. Beraaat banget. Namun Inshaa Allah akan dipermudah kok kalau tujuannya baik. Semoga Allah meridhoi.
Btw, sebenarnya banyak banget hal-hal yang dikhawatirkan seorang calon menantu saat bertemu dengan calon mertuanya. Seperti yang dikisahkan Mbak Rohmah. Kekhawatirannya sangat jauh berbeda dengan saya. Maka, langsung saja baca blognya ya: Bertemu Camer Untuk Pertama Kalinya, Apa Sih yang Dikhawatirkan?
Nah, itulah hal-hal yang saya khawatirkan saat nanti berhadapan dengan calon mertua. Iya, khawatirnya udah terpikir mulai sekarang. Alay ya 😅
Lalu, kamu? Apa hal yang kamu khawatirkan saat bertemu calon mertua?
Wassalamualaikum wr wb💘💕
Samean berhadapan sama bahsa jawa alus. Aku sama madura mbak. Kwkwkwk
BalasHapusAku jadi inget mbak Evrina sarjana pendidikan juga. Tapi kiprahnya bikin mengacungkan jempol 😍😍😍😍😍
Semungudt eaa mbak
Smoga kekhawatiran itu bisa kita atasi dg mudah
Aminn Ya Allahh
Dan kapan kita ketemu beliau2 😂😅
aamiin
Hapushahaha, ciye yang sama2 belum ketemu
💕