Konten [Tampil]
Penghujung tahun sudah tiba. Beberapa jam lagi, orang-orang akan merayakannya. Ada yang merayakannya dengan menonton kembang api bersama kawan di alun-alun kota, pun ada pula yang merayakannya dengan menonton acara televisi di rumah bersama keluarga. Atau mungkin ada yang berdiam diri di sudut kamar, merenung-merefleksi-menyemangati diri dalam penaklukkan mimpi dan target yang diharapkan tertunai pada tahun 2018.
Hmm... sepertinya malam nanti saya akan menjadi salah satu orang yang berdiam diri di sudut kamar itu. Penting sekali bagi saya, untuk menikmati malam pergantian tahun baru dengan menekuni buku catatan harian saya di depan meja belajar. Menuangkan rasa dalam goresan tinta, merangkai asa dalam rangkaian kata, pun berusaha meyakinkan diri bahwa saya akan benar-benar bisa menaklukkan mimpi dan target saya sepanjang tahun 2018. Ya, Inshaa Allah.
Bismillah Resolusi 2018
Beberapa waktu lalu, sebelum 2018 datang sedekat ini, saya sudah memiliki ancang-ancang tentang target yang harus saya lunasi dalam tahun tersebut. Semua target itu timbul berdasarkan pengalaman masa lalu, supaya saya dapat berproses lebih baik di masa depan. Itulah yang saya sebut sebagai resolusi. Inshaa Allah, resolusi ini akan menjadi batu pijakan saya untuk melangkah menuju kebaikan dan berbagi kebermanfaatan.Nah, berikut ini adalah resolusi saya untuk tahun 2018. Boleh banget dibaca, lalu di-aamiin-kan, supaya targetnya lekas tertunai dan lekas bermanfaat. Bismillahirrohmanirrohim...
Menerapkan Tri Dharma Perguruan Tinggi Seutuhnya
Setengah tahun lalu, sebelum saya wisuda, saya tertegun, merenung cukup lama. 4 tahun saya kuliah, tapi saya merasa masih ada yang kurang. Pada Tri Dharma Perguruan Tinggi tercantum 3 aspek, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Selama ini, saya mengakui bahwa pendidikan atau perkuliahan saya terbilang oke, Alhamdulillah summa cum laude. Pengabdian juga oke. Saya mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat tiap akhir pekan dengan mengajak anak-anak SD di pelosok. Lalu, bagaimana dengan penelitian?Bersama teman-teman Universitas Jember Mengajar di SDN Bintoro 5 (2015) |
Bersama teman-teman sekelas saat kuliah (2013) |
Namun hal itu tidak akan saya ulangi apabila saya melanjutkan studi program magister saya. Rencananya Inshaa Allah tahun 2018 saya akan lanjut kuliah lagi. Doakan ya, supaya saya benar-benar mendapatkan beasiswa kuliah. Saya berencana untuk benar-benar serius menjalankan tri dharma perguruan tinggi: pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Pokoknya semuanya harus terjalani dan menghasilkan manfaat yang luas.
Memangnya saya yakin bisa menerapkan tri dharma perguruan tinggi seutuhnya? Hmm, kalau dipikir-pikir, S2 nggak rumit-rumit banget kan? Ada kemungkinan pertemuan tatap mukanya hanya sedikit, nggak lebih dari 12 jam tiap pekan. Sisanya? Ya bisa banget dong buat penelitian dan pengabdian. Kalau urusan duit? Inshaa Allah bisa diatur dari hobi, yaitu ngeblog dan nulis, hehe.
Entah kuliahnya dimulai pada bulan Maret atau September, pokoknya pada tahun 2018 saya akan memulai untuk melakukan penelitian dan pengabdian. Kalau bisa, untuk semester pertama IP wajib 4
Tentunya IPK harus selalu di atas 3,5 dan lulus tepat waktu, supaya nanti bisa summa cum laude lagi, sekaligus menjadi wisudawan terbaik. Supaya saat yudisium, Ayah dan Ibu bisa datang untuk menerima penghargaan bahwa anaknya merupakan yudisi terbaik program magister. Aamiin.
Bersama Ayah-Ibu, saat wisuda (2017) |
Turun Lapangan Untuk Jadi Tim Trauma Healing
Saya tuh iri dengan teman-teman yang bisa turun lapangan ke lokasi bencana, seperti bencana gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, dsb. Dulu sekitar tahun 2013, saat Gunung Kelud meletur, ada beberapa kakak tingkat yang diberangkatkan ke lokasi bencana oleh pihak kampus. Mereka diberi amanah untuk menjadi tim trauma healing. Wah, saya pengen banget. Saat itu saya masih berlabel mahasiswa baru, sehingga belum berani untuk berkegiatan yang seperti itu, yang kata ibu: ekstrim.Memang sih, sebelumnya saya pernah menjadi salah satu bagian dari tim trauma healing di tanah kelahiran. Masih ingat tagline 'Di Tanah Kami, Nyawa Tak Semahal Tambang"? Pada tahun 2015, Lumajang dihebohkan dengan pembantaian seorang aktivis pegiat lingkungan, yang mengecam pengerukan pasir besi secara serakah di pesisir Pantai Watu Pecak. Pembantaian tersebut dilakukan di lapangan terbuka yang lokasinya persis berada di seberang salah satu SD, yaitu SDN Selok Awar-Awar 03.
Anak-anak SDN Selok Awar-Awar 03 (dok. Auliya Funi 2015) |
Beberapa pekan setelah peristiwa terjadi, saya bersama teman-teman komunitas Lumajang hadir ke SDN Selok Awar-Awar 3 untuk melakukan trauma healing, salah satunya dengan menyelenggarakan kegiatan outbond. Wah, saya senang sekali saat itu, bisa berbagi kebahagiaan dan transfer energi dengan anak-anak. Semoga kehadiran kami di sekolah mereka,jauh lebih berkesan dan mampu melupakan tragedi pilu yang terjadi di lapangan seberang sekolah. Aamiin.
Bersama teman-teman relawan dan anak-anak SD Selok Awar-Awar 3 (2015) |
Namun panggilan itu datang pada saat yang kurang tepat. Saat itu saya sedang mempersiapkan diri untuk seleksi program magister, ditambah lagi saya sedang memperjuangkan beasiswa. Karena alasan itu, Ibu tidak mengizinkan. Pun saya juga sadar diri, bahwa saya harus menunaikan kewajiban saya terlebih dahulu untuk berpendidikan.
Akan tetapi mimpi untuk bersosial dan turun lapangan menjadi tim trauma healing tak akan pernah surut. Inshaa Allah, pada 2018 saya akan menjadi bagian dari tim trauma healing dan hadir di tengah anak-anak yang menjadi korban jiwa bencana alam. Aamiin.
--Baca juga: Ternyata Menjadi Relawan Adalah Mimpi Saya Saat Kecil
Menulis Lebih Rutin dan Bermanfaat
Alhamdulillah, pada tahun 2017 saya telah berhasil memecahkan rekor diri saya sendiri. Yaitu menulis lebih dari 100 postingan blog dalam waktu satu tahun, karena selama 7 tahun sebelumnya saya menulis di blog nggak lebih dari 70 postingan tiap tahunnya. Nah, untuk 2018, tentunya saya harus menulis lebih rutin dan harus memecahkan rekor saya sebelumnya. Jika saya serius dan konsisten melahirkan 3 postingan setiap pekan selama 1 tahun, maka akan terbit kurang lebih 150an artikel.Namun untuk 150an artikel tersebut, diharapkan saya nggak sekadar menulis sih, melainkan harus menulis yang bermanfaat. Bermanfaat yang saya maksud adalah selalu ada pelajaran yang bisa dipetik. Entah itu artikel tentang jalan-jalan, keluarga, kuliah, entertain, atau apapun, saya harus bisa memetik pelajaran yang saya ambil saat itu.
Sembari membantu Ibu menjaga toko, saya menyempatkan diri untuk menulis blog (2016) |
Ada hal yang saya yakini, bahwa ketika saya menyelipkan pelajaran untuk diri saya pada tulisan tersebut, ada kemungkinan orang lain akan tersentuh, serta merasa seiya sekata. Tentulah saya kecipratan pahala kebaikannya. Apalagi kalau olehnya, pelajaran atau intisarinya diterapkan dalam sehari-hari, lalu menular kepada yang lain. Secara tidak langsung, saya telah menanam amal jariyah yang tak akan putus kebaikannya, Inshaa Allah. Semoga saya benar-benar bisa lebih rajin menulis dan dalam setiap tulisan terkandung kebaikan. Aamiin...
Berqurban
Ini goals saya banget nih untuk tahun depan. Pada tahun 2017, keluarga saya baru menunaikan ibadah qurban yang sesungguhnya, Alhamdulillah. Dulu kami hanya terima daging qurban, padahal sebenarnya kami mampu untuk berqurban. Saat itu kami hanya ikut iuran di sekolah atau dengan tetangga pada momen idul adha. Kami nggak berqurban sepenuhnya, yang benar-benar menerapkan syariat Islam.Lalu tiba-tiba, selama 3 tahun berturut-turut, kami sama sekali tidak mendapatkan daging qurban, padahal kami sudah iuran dengan tetangga atau menyumbang ke musholla sebelah. Apalagi Ibu sudah menyiapkan tusuk sate beserta bumbu-bumbunya, namun tak ada secuilpun daging qurban yang diberikan untuk kami. Ya sudahlah, lupakan saja. Akhirnya kami membeli daging di pasar seperti biasanya.
--Baca juga: Bersiap Berqurban
Kemudian peristiwa ganjil tersebut saya ceritakan kepada salah seorang kawan, mungkin ia mengetahui penyebabnya. Setelahnya, ia langsung menjawab secara gamblang tentang peristiwa ganjil tersebut. Jawabannya cukup mengejutkan, bahwa sudah saatnya keluarga saya berqurban, tidak lagi sekadar iuran biasa dengan dalih 'latihan berqurban'.
Jawaban tersebut juga saya sampaikan kepada Ibu. Pelak, menjadi tamparan keras bagi kami sekeluarga. Semenjak saat itulah, Ibu mulai menabung untuk membeli hewan qurban. Ibu benar-benar berniat untuk qurban pada tahun 2017, maka ia membeli celengan yang di luarnya ia tulis 'korban'.
Bersama keluarga, menyembelih hewan qurban (2017) |
Keberhasilan Ibu dalam menabung demi qurban tersebut, membuat saya memproklamirkan diri untuk turut pula menunaikan ibadah qurban dengan menggunakan uang hasil jerih payah sendiri. Untuk saat ini, saya sedang nggak peduli dengan urusan tabungan pernikahan, tabungan masa depan, asuransi atau apalah itu, pokoknya tabungannya hanya untuk qurban. Sampai detik ini, uang yang terkumpul belum mencapai seperempatnya. Ah elah, padahal idul adha kurang 8 bulan lagi. Duuuh, semoga saya benar-benar bisa menunaikan ibadah qurban pada tahun 2018. Aamiin...
Nggak Sekadar Plesiran, Melainkan Lebih Dekat dengan Masyarakat dan Alam
Seperti teman-teman lainnya, pun terbersit keinginan untuk traveling alias plesiran ke tempat-tempat yang indah nan menakjubkan. Namun saya nggak ingin plesiran yang sekadar plesiran, melainkan dengan plesiran tersebut bisa mendekatkan diri saya terhadap masyarakat dan alam, serta mendekatkan diri kepada-Nya.Saya nggak mau, datang ke suatu tempat yang menakjubkan, lalu saya hanya memamerkannya lewat igstory ataupun wastory yang akan hilang 24 jam kemudian. Sungguh tidak berfaedah. Saya nggak boleh seperti itu lagi. Pun kalau ingin mengabarkan ke teman-teman lewat media sosial seperti itu, saya juga harus melengkapinya dengan caption yang 'bermutu'.
Saat plesiran, saya berharap bahwa saya nggak sekadar menikmati keindahan pemandangannya saja, melainkan dapat ngobrol akrab dengan penduduk setempat, mengulik kejayaannya, sejarahnya, bahkan boleh jadi mitosnya. Yang dari kisah-kisahnya, saya dapat mengambil pelajaran untuk diri saya sendiri, kemudian tersebar kebaikannya melalui catatan yang saya terbitkan di blog.
Saya di Pantai Dampar, Lumajang (2017) |
---
Terbersit sebuah pertanyaan dalam benak saya, tentang sebuah impian yang ingin diwujudkan oleh setiap insan, yaitu menikah. Pertanyaannya adalah: haruskah 'menikah' menjadi salah satu resolusi yang harus saya wujudkan pada tahun 2018?
Ah, sepertinya tidak. Saya pikir, menikah bukanlah impian yang harus ditargetkan. Saya nggak perlu mengejar atau menjalin kasih dengan lelaki yang belum tentu jodoh saya, bukan? Biarlah semesta mengatur perjodohan saya dan ia, dengan kejutannya yang tak sanggup dinalar.
Pun sampai saat ini, saya tidak tahu siapakah ia, kapan ia datang dan kapan peristiwa sakral itu berlangsung. Yang jelas, kapanpun ia datang, jikalau saya dan ia siap serta keluarga telah sepakat, maka pernikahan akan disegerakan, cepat atau lambat.
Teman-teman, mohon doanya ya, hehehe...
--
Wah, rupanya target saya cukup banyak ya. Saya nggak menyangka bahwa saya bisa sedetail ini menjabarkan resolusi yang ingin saya gapai pada tahun 2018. Belajar dari Kak Alit Susanto, seorang narablog di www.shitlicious.com, bahwa ia seringkali menuliskan impiannya secara detail, membayangkannya, serta memohon 'aamiin' kepada para pembacanya. Lalu satu persatu impiannya terwujud.
Mulanya saya nggak percaya sih, namun saya meyakininya, karena sebelumnya saya pernah merasakan kenikmatan semacam itu. Saya pernah menerapakannya, yaitu saat awal-awal masuk kuliah. Kala itu saya tidak menuliskan impian secara detail, melainkan impian tersebut saya tulis di jam weker yang setiap hari akan saya lirik untuk mengetahui jam berapa sekarang? Siapa sangka, ternyata impian yang tertulis 4 tahun lalu, terwujud secara nyata, satu persatu, tanpa pernah terbayangkan bagaimana prosesnya.
Nah, apalagi menulis impian sedetail ini? Tentunya akan benar-benar terwujud atas izin-Nya. Aamiin.
Resolusi sebanyak ini, tentulah akan menguras tenaga dan pikiran. Sepertinya nggak akan cukup jika saya hanya mengatur pola makan, tidur cukup, dan berolahraga, apalagi olahraganya hanya bersepeda 2 kali dalam sepekan. Ah, mana kuat fisik saya dalam mendukung terlunasinya melunasi mimpi-mimpi tersebut.
Untuk mengatasinya, saya sudah menyiapkan multivitamin yang cocok banget dijadikan tameng untuk menghalau bakteri jahat yang akan melumpuhkan pertahanan diri saya. Iya, saya sering sakit-sakitan. Apalagi kalau terkena dingin dan debu, beh saya langsung bersin tak henti-henti. Saya sampai capek saat bersin, bahkan saya akan meminta waktu untuk tidur sejenak setelah saya bersin. Iya, saking kuatnya bakteri jahat saat bersin menyerang.
Pun saya pernah harus istirahat total karena saya terlalu lelah dalam menjalankan aktivitas yang sangat padat. Peristiwa itu terjadi 2 tahun silam, saat saya sedang menjabat sebagai ketua umum organisasi, harus mengurus kegiatan rekrutmen, kerjasama dengan pihak luar, dsb. Saat itu pula, saya juga harus tetap kuliah, mengerjakan tugas dan belajar untuk ujian.
Tak hanya itu, saya juga masih harus mengajar les privat dan home schooling. Ah, saya benar-benar lelah. Ibarat kata, dalam dua pekan, saya hanya mandi sore selama total 7 hari. Iya, saking nggak sempatnya saya untuk sekadar mandi, apalagi beristirahat semacam leha-leha.
Sampai akhirnya fisik saya drop, nggak kuat bangun dari tempat tidur. Saya hanya bisa mengambil gawai, menghubungi Ibu dan meminta untuk memulangkan saya ke Lumajang, supaya saya bisa beristirahat lebih tenang. Padahal keesokan paginya saya harus mewawancarai calon pengajar, dan sore harinya berangkat ke Malaysia.
Pupus sudah, kesempatan saya untuk berangkat ke Malaysia. Untungnya saat itu saya nggak menggunakan uang Ayah-Ibu, melainkan menggunakan uang beasiswa prestasi yang saya dapatkan. Ya sudahlah, ikhlaskan. Mungkin saat itu belum rezeki untuk berangkat ke luar negeri. Inshaa Allah akan ada waktu dan tempat yang cocok untuk saya menikmati liburan di negara lain. Aamiin.
Rentetan peristiwa tersebut masih terekam jelas di benak saya. Saya pantang sekali untuk mengulangi kejadian tersebut. Meskipun saya sibuk, saya harus tetap ingat untuk menjaga kesehatan diri. Saya nggak bisa meneruskan ego saya untuk menyelesaikan segala aktivitas yang padat, melainkan saya juga harus peduli terhadap fisik saya sendiri.
Apalagi menghadapi 2018, sepertinya akan ada banyak aktivitas yang siap menyapa saya, mengajak saya untuk bersegera melunasinya. Tentunya, melunasi dengan bahagia. Maka dari itu, kemanapun saya pergi, saya harus membawa air mineral dan multivitamin di dalam tas saya. Multivitamin andalan saya adalah Theragran-M.
Theragran, multivitamin yang selalu siap sedia di dalam tas (2017) |
Maka dari itu, terkadang multivitamin ini juga saya konsumsi saat saya sudah merasakan alarm diri, bahwa tubuh saya akan tumbang. Saya nggak mau, berdiam lama di tempat tidur sambil menahan sakit, apalagi dengan otak yang penuh pikiran. Cepat-cepat saya akan mengonsumsinya, supaya saya kembali sehat dan lekas beraktivitas.
Kalau saya sudah peduli dan merasa aman perihal kesehatan diri, maka saya akan merasa aman, nyaman dan tentram untuk melakukan beragam aktivitas guna meraih mimpi-mimpi yang saya terbangkan tinggi ke angkasa. Berbekal semangat, ketelatenan, ikhtiar serta doa yang dipanjatkan selalu, maka saya meyakini bahwa Allah akan segera mewujudkan impian saya, supaya saya dapat menebar kebaikan sesegera mungkin. Aamiin.
Terima kasih teman-teman telah sudi membaca catatan panjang ini, apalagi membacanya sampai akhir. Terima kasih pula untuk kata 'aamiin' yang terlafal, baik sengaja maupun tidak. Semoga Allah juga lekas mengabulkan pengharapan teman-teman semuanya. Aamiin.
Wassalammualaikum wr wb
Nb: Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh Blogger Perempuan Network dan Theragran-M.
Semoga apa yang di resolusikan terkabul di tahun 2018 iya.
BalasHapusSemangat 💪
akhirnya Ros menulis resolusi 2018 juga. Sukses ya Ros utk pencapaian 2017. Semoga 2018 makin kece dan bermanfaat pastinya. Smg satu persatu diwujudkan, amiennn
BalasHapusJawaban yang luar biasa ya dari seorang teman, yang pada akhirnya ibu jadi nabung untuk qurban. Iya, nabung qurban aja dulu. Siapa tau, tabungan nikah itu akan terkumpul dg sendirinya, dari doa2 orang lain juga. Tim trauma healing-nya juga mudah2an tercapai ya, kalau yg kemarin ini belum ada kesempatan. Amien untuk semua doa2 baik dirimu ya...
BalasHapuspenting banget yah punya resolusi ?? ...
BalasHapusS2 gak rumit bu, yang rumit itu kalau dah mati tapi ilmu yang didaptkan tidak diamalkan.... wkwkwk
aamiin aamiin
BalasHapussemoga tercapai semua cita cita dan tujuan baiknya ya caa :)
Tapi bener kok, nabung itu mulai dari sekarang. Niat dan ikhtiar dari awal, biar Allah melihat kesungguhan. InsyaAllah tercapai ya impiannya.
BalasHapusWow, keren Mb. Ros..
BalasHapusSemoga bisa kesampaian cita-cita/resolusinya; terutama kuliah S2 nya; keinginan yg sudah saya ikhlaskan...
Takbantu doa deh.. hehe
Lah kenapa s2 nya??
HapusWihiii makasih doanyaa, pun semoga berbalik 💚
Uangnya jadi motor, soalnya yg lama rusak..
HapusYoweslah berkarier langsung aja deh.. hehe
Sami-sami.. Aamiin Ya Robbal Aalamiin
Ooooh
HapusSemoga selalu sukses ya Mas Angga 💚
PANUTANKUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUU /VIRTUAL HUUUG POKOKNYA/
BalasHapusAku harus nanggepin kayak apa? Doain semoga resolusinya tercapai? Amin.
But one thing caught me is, you did a really great job in 2017! (and before)
Terus kakak mau jadi sekeren apa lagi kalau udah begini? :(
Bapak ibu kakak mestilah bangga banget punya anak shalihah dan bermanfaat kayak kakak :)
Mana ada aku mikir Tri Dharma itu ya Allah >.<
Tapi aku percaya sih, kita itu keren dengan cara masing2.
Tapi di jalur itu, yang kakak pilih, kakak menjadi salah satu yang terkeren :)
I love you you youuuu!!!!
Saya mah gak pernah bikin resolusi. Biarkan mengalir apa adanya......
BalasHapus*males*
Barakallah ya mbaa untuk semua resolusinya. Semoga tercapai semuanya dan tetep berkah :)
BalasHapus