Konten [Tampil]
Memang tidak mudah untuk tetap bertahan. Entah bertahan dalam kesendirian, bertahan untuk menghabiskan makanan yang khawatir mubazir, bertahan di kampus demi menunggu dosen yang tak kunjung datang, pun bertahan di kosan yang sama sampai titik darah penghabisan.
Tentu kita sadar, bahwa ada beberapa hal yang dikorbankan untuk tetap bertahan. Namun sejatinya itu adalah resiko terkecil yang sudah kita pikirkan matang-matang. Jadi, ini adalah alasan kuat untuk tetap bertahan.
Begitupun juga dengan saya.
Beberapa waktu lalu, saya membuka youtube, kemudian mata terarahkan pada sebuah video unik dengan judul Bu Linda (bisa tonton di sini). Judulnya sederhana, sangat sederhana, sampai saya ingin sekali menontonnya.
Saya menontonnya, menikmati dengan penuh hikmat. Lalu, saya terpaku. Kisahnya hampir sama dengan saya.
Ya, saya langsung teringat Yangti, ibu kosan saya yang sudah sepuh namun energinya luar biasa dan super lincah. Saya senyum-senyum sendiri ketika menonton Bu Linda, ya hampir sama persis dengan Yangti. Tetangga kosan pun sudah paham betul bahwa Ibu kosan saya galak, tapi sebenarnya baik, hampir sama seperti Bu Linda.
Di balik emosi dan tingkahnya yang segala macam, beliau tetaplah orang baik. Sekesal-kesalnya saya terhadap beliau, saya selalu menanamkan pepatah pamungkas untuk diri saya sendiri, bahwa "segalak-galaknya yangti, saya yakin kebaikannya lebih banyak". Selalu begitu, selalu saya doakan begitu, dan selalu saya yakini. Alhamdulillah, tanpa dendam, saya tetap tinggal di sana. They called "stay".
Cukup seru, berada di rumah Yangti. Segalak-galaknya yangti, ya itu yang akan dirasakan oleh anak kosan umumnya (yang tinggal serumah dengan ibu kos). Hmm, saya mau ijin, untuk bercerita bagaimana keseruan saya menghadapi Yangti ketika menjadi anak kosannya (pun sampai saat ini). Mohon diperhatikan, saya tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkan beliau, melainkan saya hanya ingin berbagi cerita tentang kisah seru saya ketika menjadi anak kosan beliau. Saya rasa, cerita ini akan indah untuk dikenang.
Di beberapa cerita berikut, saya sertakan ilustrasi yang saya screenshoot dari video Bu Linda. Cukup mampu mengilustrasikan saya sebagai anak kosan Yangti
Iya, sama seperti di video Bu Linda.
Kita tahu bahwa mahasiswa kan nggak punya jadwal pasti untuk ke kampus. Nah, terkadang, sehabis sholat subuh, saya ambil selimut lagi, hangaat banget, apalagi didukung dengan cuaca yang bobokable. Biasanya nih, melihat saya nggak keluar-keluar kamar, yangti akan dokdokdok pintu kamar, langsung buka pintu kamar, sambil nyuguhkan jajan, beliau bilang, "jam piro iki, kok sek turu ae".
Duh 😞 Lalu saya harus jawab apa. Cuma bilang, "iya yangti", sambil malu-malu gimanaaa gitu gara-gara habis subuh tidur lagi, nggak produktif.
Anak kosan yang mendapat teguran ini adalah .... hmm... cuma saya. Anak kosan lain tinggal di lantai 2, cuma saya anak kosan yang tinggal di lantai 1 bersama Yangti dan kedua cucunya. Cukup greget kan? 😂😂
Yangti tidak pernah memergoki saya pacaran. Terkadang memang saya membawa teman cowok untuk datang ke rumah kos (bila ada perlu). Tapi anak kosan yangti sudah paham benar bahwa membawa pasangan datang ke rumah kos, cukup bikin greget, bagaikan menantang maut 😂
Sebenarnya saya paham, bahwa yangti ingin sekali mengenal siapa lelaki yang dekat dengan kami. Kalau kadung cocok dengan Yangti, beuh bakalan cocok banget. Tapi masalahnya, hmm banyak nggak cocoknya. Jadi, anak kosan banyak yang backstreet di belakang yangti 😂 Para lelaki rela menunggu di depan pagar demi menanti Cinderella turun dari kamar kosannya.
Malam hari, bagi kami, anak kosan yangti, cukup menantang 😂 "kosan ditutup jam 9"
Eeee buseeet. Awalnya sih saya sih iya iya aja, Alhamdulillah, diperhatikan sama Yangti. Lalu menginjak kesibukan saya berorganisasi yang mengharuskan saya pulang lewat dari jam 9, cukup bikin jantung ndredeg. Saya mesti mohon-mohon sama teman organisasi supaya saya pulang dulu. Ketika saya minta ijin pulang dulu, eee rapatnya diakhiri. Ya sudah, Alhamdulillah. Sambil ngebut, saya pulang ke kosan.
Yangti ngasih toleransi sampai jam setengah 10. Sedihnya, jam dinding punya yangti, lebih cepat 10 menit daripada arloji atau waktu setempat. Duh, makin miris 😂. Pernah, saya baru sampai kosan jam 9 lewat 35 menit, kemudian ada yangti yang sudah berkacak pinggang, siap ngomel-ngomel. Haduh haduh, kudu siap-siap buat nguatin mental dan kuping 😅
Di semester awal, anak kosan yang sering pulang larut malam cuma saya dan Naila. Justru jam pulangnya Naila lebih malam daripada saya, cukup sering Naila diomeli. Anak kosan lainnya jarang ada yang kena marah, soalnya mereka disiplin banget-nget-nget. Cuma kita berdua yang sering banget diomelin karena pulang malam banget 😢
Kemudian, semakin lama, saya merasa ada yang aneh. Yangti jarang marah. Ketika saya pulang hampir jam 10 malam, saya sudah jarang melihat yangti berkacak pinggang dan siap ngomel-ngomel. Eee ternyataaaa, anak kosan baru (adik tingkat) pulangnya jauh lebih malam daripada saya. Kegiatan mereka sungguh luar biasa, ikut teater, ikut paduan suara, dll yang kegiatannya sampai malam banget. Alhamdulillah lah yaaa, akhirnya saya jarang kena marah lagi 😂😂
Salah satu yang seru dari Yangti ya ini, cukup membuat saya galau berkepanjangan. Yaitu ketika musim hujan, cucian belum kering, sedangkan saya tidak berada di kosan (karena lagi di kampus). Yangti tergopoh-gopoh naik ke lantai dua di teras belakang untuk mengambil jemuran saya. Kemudian ketika saya datang, yangti ngomel-ngomel karena seharusnya saya pulang untuk mengambil jemuran. Lah, kan saya lagi kuliah. Duh, apapun jawabannya, saya tetap salah.
Dan kejadian ini berlanjut terus selama musim penghujan. Saya serba galau. Berbagai cara lain saya lakukan. Seperti nyuci baju setelah kuliah selesai, atau melaundry pakaian. Saya pun harus mencari waktu yang tepat untuk sekedar cuci baju, lalu menunggu jemuran itu kering. Tapi, nggak selamanya saya bisa melakukan itu. Terkadang, luput-luput juga perihal masalah ini 😕
Iya, Yangti sungguh baik banget. Kalau sedang ada rejeki berlebih, Yangti nggak segan-segan untuk meletakkan senampan sarapan untuk saya yang diletakkan di atas meja belajar saya (btw, saya nggak pernah ngunci kamar kosan, hehe). Kalau ada berkatan atau dapat nasi kotak, pasti ada jajan yang dikasihkan saya. Pokoknya, setiap minggu mesti dikasih.
Sebagian kecil yang terekam oleh kamera saya. Nikmat mana lagi yang kau dustakan |
Beliau mempercayakan makanan kepada saya, memastikan bahwa apabila beliau memberikan makanan kepada saya maka tidak akan saya buang karena saya tidak suka. Tapi yaaa, namanya anak kosan, terkadang makanan itu ditunda makannya demi penghematan yang ternyata malah hasilnya basi. Duh, merasa bersalah 😢😢
Terkadang, kalau lagi banyak-banyaknya makanan yang ada di saya, biasanya akan saya berikan kepada teman-teman saya. Meski sedikit, minimal saya berbagi, supaya nggak mubazir.
Meskipun badan saya besar, tapi fisik saya cenderung rapuh. Saya punya alergi dingin dan alergi debu. Duuuuh sering banget wahing-wahing, nggak enak juga sih, karena mengganggu yangti yang sedang beraktivitas. Tapi ya mau gimana lagi, masa' ditahan wahingnya?
Selama di kosan, mungkin saya pernah sekitar 3 kali demam. Di situ, yangti selalu peka. Sambil judes-judes gimanaaa gitu, yangti meletakkan teh hangat di atas meja saya. Kemudian lanjut menasehati saya bahwa seharusnya saya inilah itulah... Ya sudaaah, dengarkan saja, sambil bergumam "Alhamdulillah, dikasih teh oleh Yangti".
Yangti tuuuh, paling demen bikin jamu. Alhamdulillah, saya bersyukur sudah dibiasakan minum jamu oleh Ibu saya sejak SMA. Yangti sering ngasih saya jamu apaaaa gitu, nggak tahu namanya, beliau bikin sendiri. Saya selalu dikasih. Sedangkan anak kosan lainnya nggak dikasih jamu, soalnya nggak ada yang doyan. Ohya, kalau sekarang, sudah ada satu personil lagi yang doyan jamu, yaitu Vivi.
Jamunya berkhasiat kooook. Dijamin deh. Saya mesti disuguhi jamu segelas, bahkan sebotol, yang harus saya habiskan saat itu juga. Glek glek glek wes, pokoknya jamunya habis. Nggak peduli ada rasa pahit atau ada rasa anehnya. Pokoknya harus habis.
Pada perayaan hari idul Fitri, saya sering tidak bersama yangti, karena saya menghabiskan lebaran di rumah. Namun, setiap akan pulang ke Lumajang, Yangti selalu memberikan THR berupa kue atau sirup. Semua anak kosan dapet. Inilah yang saya nanti-nantikan, eaaaa. Lalu ketika sampai di rumah, saya akan bercerita dengan bangga ke Ibu bahwa saya telah diberi THR oleh yangti 😆😆
Ketika sampai pada tayangan di video ini, hati saya cukup berdebar, bibir saya tersenyum, turut senang, akhirnya Mario dan Ari wisuda, dengan bangga, bersama Bu Linda yang menemaninya selama kuliah. Pun dengan saya, yang belum wisuda pun, sudah bangga karena memiliki Yangti yang telah menemani saya kuliah.
Entah, apa yang bisa saya berikan untuk Yangti. Hmmm...
Yang jelas, sebelum kembali dari perantauan, saya akan memberikan beliau sebuah foto kenang-kenangan dengan foto anak kosan bersama yangti (fotonya sudah ada, tinggal cetak). Pengennya sih, saya beri secepatnya, tapi Inshaa Allah nunggu ada rejeki dulu yaa, hehee
Saya juga ingin memastikan kepada diri sendiri, bahwa saya akan siap mengunjungi Yangti, walau hanya setahun sekali, ketika saya berkunjung atau sekedar main-main ke Jember. Karena kepadanyalah saya dititipkan selama 4 tahun untuk belajar banyak, tentang tata krama, tata bahasa, etika, dll.
Selalu saya yakini bahwa kebaikan beliau selalu lebih banyak daripada omelannya.
Sesungguhnya, saya kini pun belum wisuda, masih kurang beberapa bulan lagi untuk menyelesaikan tugas akhir saya, doakan semoga secepatnya yaaa untuk segera wisuda. Ingin rasanya segera menyelesaikan studi, lalu meninggalkan kosan tercinta beserta yangtinya. Inshaa Allah sudah cukup saya berguru ilmu tata krama dengan beliau. Semoga menjadi bekal panjang dalam mengarungi kehidupan selanjutnya.
Di kosan inilah, saya memaknaia kata "stay". Begitu dalam artinya. Bertahan di kosan ini, bersama yangti, sampai titik darah penghabisan.
Wassalammualaikum wr wb
Huah.. terharu saya bacanya.. Bu Yangti nya baik banget.. Walaupun suka ngomel-ngomel, tp ia perhatiaan banget. Jadi kayak ibuk saya di rumah. Ibu kost an saya juga baik banget. Waktu Ramadhan lalu, tiap hari pasti ada takjil yang ia bagi untuk anak Kost an. Karena kost an saya lbh banyak diisi sama karyawan/ti jadi ibu kost q gak prnh ngomel. Mgkin sdh paham klo dunia kerja lumayan keras, tiap hari lembur euy...
BalasHapus