Konten [Tampil]
Assalammualaikum wr wb..
Hari Rabu, tanggal 10 September merupakan hari kedua saya
mengajar di Lapas anak-anak. Anak-anak yang dimaksud di sini adalah mereka yang
berumur di bawah 18 tahun. Setahu saya, kalau anak-anak kecil yang bersekolah
SD lalu terlibat kasus, biasanya tidak dimasukkan ke dalam lapas, melainkan
bebas bersyarat (hukuman lebih ringan 1/3 dari orang dewasa). Sedangkan mereka
yang sudah setara SMP maupun SMA, lalu terlibat kasus, maka ia akan diganjar hukuman,
kira-kira 2/3 dari hukuman orang dewasa.
Sebenarnya, banyak sekali orang-orang yang seharusnya
menetap di penjara. Namun karena ada pelicin berupa uang, ya sudah, lolos,
mungkin hukumannya hanyalah bebas bersyarat wajib lapor. Orang-orang yang ada di
sini adalah orang yang apes (sial). Kalau kita ketahui, di luar sana tentu
banyak sekali orang-orang yang bertindak asusila seperti murid-murid saya, tapi
sayangnya mereka nggak ketahuan. Ada yang ketahuan, lalu berdamai. Ada yang
ketahuan, lalu uang berbicara.
Beberapa tahun lalu, penghuni lapas anak-anak kelas 1c
rata-rata berkasus narkoba. Tapi akhir-akhir ini kasus yang membooming adalah
tindak asusila atau yang biasa kami sebut kasus cewek. Terkadang mereka
bertanya, “mbak, saya kok dipenjara ya? Padahal kan saya dan pacarnya saya
sama-sama suka dan sama-sama mau?”
Lah saya harus menjawab apa?
Ketika saya berdiskusi dengan teman-teman saya, mereka
menjawab “dari segi agama kan nggak boleh Kak Ros…” (mereka memanggil saya Kak
Ros, padahal sepantaran)
“Aku tahu kalo dari segi agama dilarang keras untuk berbuat
asusila, tapi kan yang menentukan perkara ini bukan pengadilan agama, melainkan
pengadilan negeri. Aku rasa agama nggak ada sangkut pautnya dalam hal ini.”
“Kalau berbuat asusila, biasanya tertular penyakit seperti
AIDS dan 9 penyakit kelamin lainnya.”
“Iya juga sih, tapi kan itu efeknya. Tapi mereka melakukan
hal itu karena asas suka sama suka, lalu apa yang salah dengan mereka?”
Teman-teman blogger ada yang bisa menjawab pertanyaan saya
atau membenarkan kekeliruan saya? Monggo ditulis di kolom komentar…
ki-ka: Arifin, Halik, Ricky, Wahyu (bersama mbak Rinda) |
Mbak Rinda selaku pengajar Sejarah, memberikan materi
tentang sejarah kemerdekaan Indonesia. Yang datang untuk belajar hari ini hanya
Arifin, Halik, Ricky dan Wahyu. Anis Sodiqin sedang latihan hadrah di aula.
Fajar sedang kerja di dapur umum. Faisol, nggak tahu kemana, dia cukup malas
untuk diajak belajar.
Pelajaran yang saya berikan hari ini adalah tentang sifat
benda dan perubahan wujud gas. Di sela-sela pelajaran, saya berinteraksi dengan
anak-anak Lapas.
Besok, tanggal 11 September, Ricky akan bebas dari Lapas.
Sedangkan Halik akan bebas pada tanggal 17 September. Mereka senaaaaaaang
sekali.
Ricky, lahir di Panarukan dan besar di Situbondo. Dari Lapas
Situbondo, dia dipindahkan ke Lapas Jember. Katanya sih karena Ricky suka
berantem dengan teman beda kamar. Wuah, pokoknya Ricky brutal banget. Ricky,
bertatto di sisi punggung kirinya.
Lah kok saya tahu?
Iya, ketika kami datang, Ricky dan teman-temannya asyik
nongkrong di ruang lapas anak-anak kelas 1c. Berhubung mau sekolah, Ricky pun
ganti baju di ruangan itu juga (tapi dia hadap ke dinding), jadi saya dan
teman-teman tahu bahwa Ricky memiliki tattoo bergambar nggak jelas di sisi
punggung kirinya.
Ricky, adalah mantan anak punk. Ketika saya tanya, “nggak
pengen punk-punkan lagi?”
“Nggak sudah mbak. Saya nggak mau ikutan gitu-gituan lagi.”
“Lah dulu kenapa kamu ikutan punk-punkan?”
“Nggak ada, Cuma ikut-ikutan temen.”
Di lidahnya Ricky, dia memasang tindik. Iya, serius. Saya
yang melihat saja, sulit membayangkan gimana makannya jika ada benda bulat
nempel di lidah.
Mbak Rinda nanya ke Ricky, “Emangnya makannya enak kalo
lidahnya digituin?”
“Ya enak-enak aja mbak.”
“Kamu masang tindik saat di penjara?”
“Enggak mbak, sebelum masuk penjara saya sudah ditindik.”
Hiiii, saya ngeri… bagusnya apa ya kalo lidah ditindik?
“Keluar dari Lapas, kamu mau ngapain? Ngelanjutin sekolah
atau kerja?” tanya saya pada Ricky.
“Aku nggak mungkin ngelanjutin sekolah, mbak.”
“Loh kenapa?”
“Sebenarnya… ********……” (alasan dirahasiakan atas
permintaan Ricky)
“Kalo mau kerja, memangnya kerja dimana?”
“Mbaknya saya kerja di Malaysia. Rencananya saya ikut ke
Malaysia juga.”
“Ooo…”
Kini saya bertanya ke Halik, “Kalau keluar dari Lapas,
rencananya kamu mau kemana?”
“Jualan jeruk mbak,” sahut Arifin yang disambut gelak tawa
anak-anak Lapas.
“Beneran jualan jeruk?” tanya saya memastikan.
“Iya, mbak. Orang tuanya saya kan jualan jeruk di depan
rumah.”
“Ooo, berarti kamu bantu orang tua jualan jeruk?”
“Enggak sih, saya makan sama tiduran aja di rumah.”
Heh? Itu mah leha-leha dan foya-foya yang nggak ada bedanya.
Di sela-sela pembicaraan, tiba-tiba Ricky dipanggil untuk
menghadap BP. Kami pun melanjutkan pembelajaran. Tak berapa lama kemudian,
Ricky datang dan langsung cerita kepada teman-temannya dengan bahasa Madura.
Saya jelas nggak paham. Tapi sedikit-sedikit saya paham bahwa petugas BP
mengingatkan Ricky agar tidak berbuat kasar atau nakal ke tahanan Lapas. Ricky
menyangkal bahwa dia sudah nggak pernah melakukan hal seperti itu lagi.
15 menit kemudian, datanglah sosok baru. Badannya kecil,
hitam, kurus kering kerontang. Dia datang dengan muka yang ditekuk sambil
membawa beberapa helai baju. Sepertinya, wajahnya habis babak belur.
Saya yakin, dia adalah tahanan baru dan murid saya yang
baru. Dengan pelan, saya bertanya, “namamu siapa?”
“Bagas,” jawabnya dengan suara yang nyaris tak terdengar.
Saya menasehati dia, “tenang aja, di Lapas sini aman kok.
Teman-temannya enak-enak juga, dinikmatin aja dulu, sabar-sabarin aja dulu…”
Dia Cuma ngeliatin saya tanpa ekspresi.
Blak-blakan, saya pun bertanya, “kamu masuk kesini karena
kasus apa?”
“Nyuri, mbak.”
Oo, iya. Pasti mencuri. Karena tidak mungkin anak seperti Bagas
terkena kasus cewek, toh wajah tak mendukung. Ya kan?
“Nyuri apa?”
“Uang.”
Hmm, berbeda dengan Arifin yang terkena kasus curanmor.
“Nyuri uang buat apa? Kepepet buat bayar sekolah atau buat
apa?”
“Buat beli beras mbak…”
Haduuuuh… miris ya… Anak kecil yang nyuri beras buat makan
langsung dihajar dan ditangkap. Sedangkan koruptor yang masih dengan nyaman
duduk di atas kursi kebohongan, sedang asyik menikmati harta haramnya yang
terpendam di dalam perut buncitnya.
Pantesan saja, Wahyu Candra kalau ditanya kena hukuman
berapa bulan, dia akan menjawab 25 tahun. Jika ditanya kasusnya apa, dia akan
menjawab kasus korupsi.
Mungkin sebegitu kesalnya Wahyu Candra kepada para koruptor
yang hukumannya nggak setimpal dengan apa yang telah dia perbuat. Korupsi itu bukanlah
hal yang main-main, jelas hal itu menyengsarakan rakyat karena telah merampas
kesejahteraan rakyat.
Saya, sebagai manusia Indonesia, tidak tahu apa yang harus
saya perbuat untuk mencegah penyakit menahun Indonesia.
Wassalammualaikum wr wb.
.. kak ros?!? kyak yang di upin ipin,, he..86x. Tindik di lidah,, jadi teringat temen semasa skul,, ada yg tindik lidah juga,, emmmm,,anak punk itu sebenernya keren loch,, solidaritasnya tinggi,, tp ya gitu,, selalu ada aja yg gak suka dan dihina lalu akhirnya berantem, setelah itu temen aku masuk penjara gara^ nya temen berantem nya itu di hajar sampe meninggal,, huhh,, jadi curcol. he..86x ..
BalasHapuslah koq saya nggak terinformasi ada postingan ini
BalasHapus