Konten [Tampil]
Assalammualaikum wr wb
Saya tidak cukup banyak tahu mengenai seluk beluk malaikat.
Yang saya tahu bahwa jumlah malaikat ada 10 dengan nama dan karakteristik
masing-masing serta mereka diciptakan dari cahaya. Juga, kisah heroiknya dengan
bangsa api yang masih terekam jelas di otak saya.
Saya juga masih ingat sekilas kisah Jibril bersama
Rasulullah SAW. Tiba-tiba malaikat Jibril datang dan saya seakan-akan lupa
kisahnya saking bertaburannya imajinasi saya.
Sorean tadi, saya ke Toga Mas. Nggak mau beli apa-apa, Cuma
pengen lihat-lihat aja. Kata temen-temen sih di Toga Mas lebih banyak buku
kuliah daripada di Gramedia. Setelah saya cari-cari, ternyata Cuma sebarisan
doang. Buku-buku pelengkap mata kuliah saya nggak ada sama sekali di sana. Kalaupun
ada sih ya belum tentu saya beli. Maklumlah, harganya selangit menggigit.
Sampai akhirnya mata saya menarik-narik manja ke rak-rak
yang dipenuhi senyuman Jokowi, senyuman Dahlan Iskan dan masih banyak lagi
senyuman-senyuman berupa kata-kata berbentuk judul buku yang menghipnotis mata
saya. Salah satunya adalah karangan Ahmad Rifai Rifan tentang “Hidup Sekali,
Berarti, Lalu Mati”. Saya mau beli yang ini. Saya cek harganya. 39000.
Cukuplah. Saya ada uang 40000 hasil penundaan beli buku “Strategi Belajar
Mengajar Sains” gegara nggak ada orang yang menjaga UPT Penerbitan.
Saya cari buku yang kemasannya bagus, biar nggak rugi kalau
mau beli. Sudah dapat kemasan yang bagus, saya lihat ke balik bukunya, eh
njilalah lah kok harganya langsung melonjak naik 59000. Saya pelototin lagi.
Ternyata saya salah baca.
Tanpa basa-basi, akhirnya saya move on. Saya pun membeli
buku kecil sederhana dengan judul “Kebiasaan-Kebiasaan Orang Sukses Dunia”
karangan Soedarsono yang dibandrol 39000 diskon 15%. Kalau yang ini harganya
logis daripada buku tadi. Tapi, harga buku ini sebenarnya nggak logis sih jika
dilihat dari sudut pandang dompet saya.
Saya lirik-lirik lagi, Endonesia. Saya pengen yang itu.
Karangan Sudjiwo Tedjo. Tapi langsung pupus tersambar senyuman Ustadz Yusuf
Mansyur yang bertengger manis di rak bagian barat. Saya mikir, lah orang ini
kapan nulis buku sebanyak ini ya? Lahwong kerjaannya ceramah, ngasih tausiyah,
belum lagi keliling-keliling. Beliau juga ngurusin pesantrennya, hotel juga dan
ini itu juga yang saya nggak tahu. Ustadz yang mengandung humor ketika
bertausiyah ini juga masih sibuk nulis wejangan-wejangan berbau surga di
websitenya. Twitteran juga loooh. Beuh, gahoool be-ge-te.
Sudahlah, saatnya saya pulang. Akhirnya saya ke kasir. Uang
di dompet melambai-lambai meminta tambahan teman. Saya hanya bisa bilang,
“sabar ya nak… besok bunda carikan teman…”
Saya pun mengambil tas selempang berumur 5 tahun di tempat
penitipan barang. Kemudian saya melihat ada seorang tukang gorengan yang
tiba-tiba parkir manis di depan pintu utama Toga Mas. Wajah, dandanan, umur,
sepeda tua dan dagangan gorengan sungguh menarik mata. Mungkin juga menarik
lidah sebagian orang untuk mencela, tapi tidak untuk saya. Kalau boleh bilang,
wajahnya mengesankan bagi saya. Putih. Tua. Baik. Sepertinya sosok penyabar.
Kalau lihat wajahnya, terasa adem.
Dengan niat tulus, saya pun mendatangi beliau dengan
menggenggam selembar uang kertas seharga sekali makan pagi saya. Dagangannya
Cuma sedikit. Ada pisang goreng dan sejenisnya. Saya sih nggak ingin yang itu,
karena terlalu silau dengan minyaknya. Ada pula krupuk, macaroni dan jajanan
berwarna merah beraroma pedas meranggas. Saya sih tertarik yang ini, keripik
yang saya nggak tahu namanya. Warnanya kuning, alami kok. Harganya 500an. Saya
beli 2. Saya pun menyerahkan selembar uang kertas seharga sekali makan pagi
saya, tanpa meminta kembalian.
Iya, sedekah. Saya yakin teman-teman blogger lebih rajin
sedekah daripada saya dan tidak mengekspose seperti saya. Toh, saya di sini
Cuma cerita. Tapi intinya bukan di sini, melainkan setelah ini.
Kemudian saya ke tempat parkir untuk mengambil revo saya.
Belom selesai berkedip, eh pedagang tadi menghilang. Mungkin, ketika saya tidak
membeli dagangannya, beliau masih standby di depan pintu utama toko buku
tersebut sampai ada orang yang menyuruhnya pergi.
Malam ini, sebelum menuliskan ini, saya teringat pedagang
tersebut. Cepet banget hilangnya, sekelebat mata, kayak Jibril. Serius!
*Iya, tulisan ini geje. Tulisan ini saya tulis malam harinya
pada 22 Agustus lalu
Belinya di GRAMEDIA kah Ocha? Kalau nda salah sedang ada Undian berhadiah tuh. Saya sempat liat posternya sekilas di GRAMEDIA Pontianak ada Undian Berhadiah Gramedia
BalasHapussaya malah udah memenangkan undiannya dari Gramedia bandung mang....keren kan saya?
Hapusterus, saya dibilang nggak keren karena nggak menang undian?
Hapuskemana gerangan perginya ya? abis itu nggak ketemu sama beliau lagi Mbak?
BalasHapusMenghilang mau dagang
Hapusuntuk dapat uang
daripada diam hanya dipandang
:)
mari kita saling pandang
Hapusnggak ahh, ntar dimarahi mas budi
HapusSeingat saya
BalasHapuscerita diatas sudah pernah baca
tapi lupa diblog siapa
:)
.. wouwwww,, masa sich mengilang?!? Jangan^ dia udah belok di gang kale,, #Mungkin. he..86x. Oia kalo aq sich biasanya beli buku kuliah tuch jarang ke gramedia,, kecuali terdesak. Napa gak beli buku di uranus ato toko buku laen nya?!? Selain harga nya miring,, juga serink dapet diskon untuk mahasiswa loch ..
BalasHapussaya ikut ketawa 86 kali ahh
Hapus