Konten [Tampil]
Tante Widya menunduk, “Ya, masih sama seperti dulu, masih belum ada perubahan”
“Sabar ya, Tante, Mila pasti sembuh kok!” Franda menyentuh bahu Tante Widya, berusaha menenangkannya dan agar ia selalu tabah menghadapi cobaan ini.
“Tante, boleh saya menjenguk Mila?”
“Oh boleh kok, silahkan langsung saja ke belakang dapur ya?”
Franda tersenyum. Ia pun mengajak Marlo yang saat itu menemaninya untuk menjenguk sahabat pacarnya yang sedang sakit.
Franda dan Marlo berjalan menuju dapur dan melewati belakang dapur. Berniat mencari Mila yang berada di kamar belakang. Saat Franda dan Marlo sampai di kamar Mila, Marlo terbelalak kaget. Ia tak percaya dengan apa yang terjadi di depannya.
“Fran, ini Mila?” Marlo bertanya dengan rasa tak percaya.
Franda mengangguk. Marlo masih tak yakin bahwa orang yang ada di hadapannya adalah sahabatnya Franda.
“Fran, kalo ini bukan sakit lagi namanya, tapi sakit jiwa…”
Tak terasa, Franda meneteskan air matanya. Dia meragukan batinnya. Dia hanya bisa menangis saat dia melihat sahabat yang disayanginya menjadi seperti ini. Marlo pun memeluk Franda. Franda menangis tumpah ruah di bahu kekasihnya.
Marlo masih tak tahan bila ia melihat Mila yang seakan dikurung di kamar. Mila yang memakai baju baby doll lusuh, sedang berbicara sendiri dengan bunga buatan yang dipegangnya. Bunga berwarna biru yang terbuat dari kertas, seraya berkata “bunga mawar biru, kamu akan selalu menemani hidupku” begitu seterusnya dan tak akan berhenti.
Hati Marlo dan Franda sama-sama terharu dengan apa yang terjadi pada Mila. Padahal Mila cantik dan memiliki daya tarik tersendiri. Tapi sayangnya, ia memiliki gangguan pada jiwanya.
Marlo menyeka air mata yang ada di pelupuk mata Franda. “Mila masih ada harapan untuk sembuh” kata Marlo mencoba menenangkan hati Franda.
“Loh, ada Anda, sini sini, aku punya mawar biru” dengan gangguan jiwanya yang masih belum stabil, Mila mencoba memanggil Franda.
Franda yang mendengar perkataan Mila, langsung menghampiri Mila dan memeluknya. Lagi-lagi Franda menangis.
“Ka’ Anda, aku punya mawar biru” ucap Mila tanpa memperhatikan Franda yang menangis memeluknya.
Franda mencoba bangun dari kepedihan batinnya. Ia mengangguk-angguk seakan ia mengerti apa yang dimaksud Mila. Marlo termenung. Sedangkan Mila masih saja asyik berbicara ala kadarnya dengan Franda yang pura-pura paham apa yang dimaksud dengan sahabatnya.
***
“Kalo kamu pengen Mila sembuh, kita harus menemukan bunga mawar yang berwarna biru” kata Marlo.
“Tapi, dimana kita akan mendapatkan mawar biru itu?” tanya Franda.
“Yaa, coba saja cari informasi di internet. Selain itu kita juga harus mencari dari satu orang ke orang lain.”
“Apa itu akan berhasil?” Franda masih meragukan saran yang diberikan oleh Marlo.
“Hmm, kok nanya kayak gitu? Memangnya sudah kamu coba?”
Franda menggeleng.
“Tuh kan, kita tuh harus berusaha mencari dulu, lalu semuanya akan ada”
Franda hanya terdiam.
Marlo yang pada saat ini sedang mengemudikan mobil, bertanya lagi kepada Franda, “Kalo boleh tau, bagaimana cerita awalnya sampai-sampai Mila menjadi gila seperti itu?”
“Saat dia pulang dari kantornya, dia diperkosa oleh sekelompok preman”
Marlo hanya bisa terdiam, ia merasa iba. “Lalu, bukannya ia memiliki pacar?”
“Pacarnya Mila? Saat dia tau bahwa Mila diperkosa, dia meninggalkan Mila. 2 hal itu yang menyebabkan Mila stress dan dia mengalami gangguan jiwa”
Mendengar hal itu, di dalam hati Marlo, dia bertekad tak akan meninggalkan kekasihnya, Franda, meski seberat apapun cobaan yang diberikan.
***
Beberapa minggu kemudian…
“Kamu yakin orang yang kamu maksud ini bisa menciptakan mawar biru?” tanya Franda dengan rasa ragu.
Marlo mengangguk pasti. Marlo sedang asyik menikmati desain interior rumah milik temannya. Saat ini, Franda dan Marlo sedang berada di rumah Sigit, teman kuliahnya Marlo.
“Hmm, rumahnya bagus ya?” kata Marlo sambil tersenyum.
“Yaa, nanti kalo kita sudah menikah, kita akan membuat rumah yang lebih bagus daripada ini”
“Amin.” Marlo mengamini dalam hati.
Tak berapa lama kemudian, si pemilik rumah datang menghampiri tamunya. Dia berperawakan tinggi, mempunyai berat yang normal dan ia memakai kacamata. Yaa, mirip dengan penampilan ahli botani pada umumnya.
“Hai bro!” sapa Sigit kepada Marlo.
“Hai juga, gimana kabar lo?!”
“Baik. Hmm, yang di samping elo tuh siapa?”
“Oh ini?” Marlo menunjuk Franda.
Sigit mengangguk. Marlo tersenyum seraya berkata, “Dia tunangan gue. Kenalin, dia namanya Franda”
“Oh. Hai Franda, gue Sigit, teman lama Marlo saat di bangku kuliah”
Sigit mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dan Franda membalasnya. “Hai juga Sigit, gue Franda. Iya, Marlo udah pernah cerita tentang elo”
“Oh iya, ada apa nih kok tumben ke rumah gue?” tanya Sigit tanpa basa-basi.
“Hehe, langsung aja ya?! Hmm, tapi gue mau nanya dulu, katanya lo punya bunga mawar biru?” kata Marlo.
“Iya, memangnya kenapa?”
“Gue butuh bantuan lo…”
***
“Aku mau mawar biru, aku mau mawar biru” kata Mila berteriak kegirangan. Ia dibawa oleh Marlo dan Franda menuju ke rumah Sigit. Katanya sih, di rumah Sigit banyak mawar biru hasil percobaannya.
“Iya, sebentar lagi sampai” kata Franda dengan lembut.
Saat ini, Marlo, Franda dan Mila berada di depan rumah Sigit, menunggu Sigit keluar dan mengantarkannya ke tempat tujuan.
Tak berapa lama kemudian, Sigit datang menemui Marlo, Franda dan Mila.
Saat mengetahui ada orang yang agak tak waras, Sigit bertanya dengan keheranan, “Ini siapa?”
“Ini Mila, yang pernah gue certain. Meski dia sedikit tidak waras, tapi dia masih bisa diajak kompromi kok. Dia bisa sembuh secara berangsur-angsur apabila dia mempunyai bunga mawar biru yang asli” jawab Marlo.
Sigit memperhatikan Mila dengan seksama, “Kelihatannya, dia nggak parah-parah amat kok sakitnya”
Franda tersenyum, dia bangga ada orang yang masih mau memuji sahabatnya.
“Ya udah, ayo masuk. Jangan lama-lama di luar”
Marlo dan Franda mengangguk. Sedangkan, Mila mengikuti apa saja yang diperintahkan Franda. Marlo, Franda dan Mila mengikuti kemana langkah Sigit berjalan, karena ia yang punya rumah.
Sesampainya di lokasi, Sigit membuka pintu kebunnya. Saat Marlo, Franda dan Mila masuk ke dalam kebun, mereka tercengang. Di depannya, terhampar berbagai macam jenis bunga yang ditata sedemikian rapinya. Tak pelak, mereka berdua tak berhenti melongo.
“Ayo masuk, biar kutunjukkan dimana tempatnya bunga mawar biru” kata Sigit.
Sigit pergi menuju ke sebuah ruangan yang diikuti oleh Marlo, Franda dan Mila. Sigit pun membuka pintu sebuah ruangan. Saat pintu dibuka, terlihat hamparan bunga mawar biru. Franda dan Marlo melongo, tak percaya dengan adanya mawar biru yang banyaknya tak terkira di hadapannya. Sedangkan, Mila berteriak kegirangan dan langsung menerobos masuk ke dalam ruangan yang hanya berisikan mawar biru. Mila berteriak kegirangan, “Mawar biru, mawar biru, mawar biru” begitu seterusnya.
Sigit, Marlo dan Franda tersenyum bahagia saat menyaksikan betapa gembiranya Mila. Mereka berharap, semoga mawar biru bisa menyembuhkan Mila. Amin…
***
Dua tahun kemudian…
“Akhirnya kita sampai juga di rumahnya Mila” kata Franda penuh kelegaan. Franda dan Marlo telah melakukan perjalanan jauh dari Jakarta ke Surabaya.
“Ayo turun” ajak Marlo.
Franda dan Marlo pun turun dari mobil. Mereka ingin mengunjungi Mila dan keluarganya. Saat masuk ke halaman rumah Mila, mereka berdua melihat Sigit sedang menanam bunga. “Loh, bukannya itu Sigit? Ada apa dia di sini?” tanya Franda penuh keheranan.
“Iya, bukannya itu Sigit?”
“Coba kamu panggil dia”
“Sigit…!!!”
Orang yang dimaksud Franda san Marlo pun menoleh ke asal suara. Dan ternyata benar Sigit. Ada apa ya dia di sini?
“Loh, ada Marlo sama Franda” Sigit menyapa dan berjalan menghampiri kedua teman lamanya. Sigit pun berjabat tangan kepada Marlo dan Franda.
“Apa kabar bro!”
“Baik kok! Istri gue juga baik. Elo gimana kabarnya? Udah lama nggak ketemu. Makin gemuk aja lo” sapa Marlo dengan suasana yang penuh kehangatan.
“Hehe” Sigit hanya bisa menyeringai. “Iya, gue tambah gemuk! Kebanyakan makan kali ya?”
Marlo dan Franda tersenyum simpul.
“Oh iya, kok elo ada di sini?” tanya Marlo penasaran
Sigit hanya tersenyum, membuat Marlo dan Franda semakin penasaran.
Tiba-tiba munculah sesosok orang dengan paras cantik yang datang menghampiri Sigit, Marlo dan Franda. Marlo dan Franda bingung, di pikirannya “Kayaknya pernah ketemu deh?!”
“Loh! Kamu Mila kan?” tanya Franda dengan spontan.
Mila mengangguk sambil tersenyum. Mila pun memeluk Franda dengan erat. 2 tahun tak bertemu, pelukan adalah salah satu obat penawar rindu.
Marlo baru ingat kalau yang dipeluk Franda saat ini adalah sahabat istrinya, Mila. Tak pelak, Marlo pun turut bahagia. Franda dan Mila melepaskan pelukannya. Mila tersenyum kepada Marlo dan Franda. Lalu, ia pun memeluk Sigit yang ada di sampingnya. Franda dan Marlo pun kaget.
Tanpa basa-basi, Sigit menjelasakan kalau… “Gue ama Mila mau tunangan bulan depan”
“Hah?” kata Franda dan Mila serempak.
“Loh, memangnya kenapa?” tanya Mila.
“Nggak kok, nggak pa-pa. kita berdua turut senang” kata Franda.
“Wuah, gimana ceritanya nih kok kalian bisa tunangan?” tanya Marlo yang masih heran.
“2 tahun yang lalu, sejak kalian berdua menikah dan pergi ke Jakarta, nggak ada orang yang membantu Mamanya Mila untuk menjaga Mila, jadi gue bertekad merawat Mila. Lambat laun, kondisi kejiwaan Mila berangsur-angsur sembuh.” kata Sigit menjelaskan kepada Franda dan Marlo.
“Oh, gitu?” kata Franda.
“Tapi, yang gue heranin nih, kok bisa ya seorang Sigit si ahli botani bisa jatuh cinta? Padahal nih ya, saat kita masih kuliah, elo tuh cupu, kuper dan paling anti sama cewek. Lah, sekarang? Mau tunangan…?!” kata Marlo sambil bergurau.
“Haha, itu kan dulu, tapi sekarang ya enggak dong” sahut Sigit.
“Hahaha….” Mereka berempat tertawa bersama. Ow, senangnya. Berkat mawar biru, semua telah kembali berjalan normal dan bahkan semuanya menjadi lebih baik.
TAMAT
Posting Komentar
Posting Komentar